27 Juli 2013

Malaikat Tanpa Sayap Part IV


Malaikat Tanpa Sayap
IV









Suropati - Terbelenggu Sepi







13646100161158811374
Depressed created by Ferry Prasetyo / dark art creative design





Maki-ku sementara dia hanya tertawa kecil
“ Udahlah Jen, jangan sok ekspensife, emank gw ga pernah tau cerita loe sebelum-sebelumnya, “ dengan entengnya dia balas menghinaku, aku tahu dia tahu semua tentang diriku, teman-temannya banyak yang mengenalku dulu. Dan tak aneh kalau ada orang yang menceritakan semua itu padanya.
“ Ga usah banyak omong loe. Balikin baju gw.. “ Bentak-ku sementara dia masih berusaha menciumku, yang membuatku melayangkan tamparanku ke wajahnya, membuatnya cukup marah, namun dengan sedikit ancaman tentang apa yang akan aku laporkan kepada orangtuanya, membuat dia terdiam dan memilih mengalah, dia menunjuk kursi tempat dia meletakan semua pakaianku dan balik mengancamku.
“ Gw lepasin loe sekarang Jen, tapi suatu saat, kalo gw ga bisa nidurin loe, jangan panggil gw Peter !! “ Makinya
“ Whatever, yang terpenting loe diem sekarang !! “ Aku tak mau kalah memakinya
“ Suatu saat loe yang akan ngasih badan loe ke gw, gw bersumpah ! “ dia terus memakiku sementara aku lebih sibuk memakai pakaianku dan memilih untuk meninggalkan kamar itu detik itu juga, tapi aku sungguh tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.
Tuhan, aku bisa gila sekarang, saat aku tersadar dengan seorang lelaki yang paling aku benci tengah berusaha meniduriku, tersadar dengan tubuh telanjangnya yang tengah berusaha membuat aku menyerahkan seluruh diriku untuknya, tak cukup sampai disitu semua kesalahpahaman ini, sekarang tepat selangkah aku keluar dari kamar hotel ini, Ryan berdiri tepat di lorong ruangan.
Matanya tajam menatap wajahku, aku diam tak bergerak.. tak tahu harus melakukan apa, sementara tanpa berfikir 2 detik dia berjalan ke arahku, aku menutup mataku, entah harus melakukan apa aku siap bila dia memakiku, mencaciku bahkan menamparku, kesalahpahaman ini sudah terlanjur pelik.
Langkah kakinya kian mendekat, mendekat sebelum berjalan melewatiku, aku berusaha mengejarnya wajahnya dingin tanpa ekspresi, tak ada kemarahan, tak ada kesedihan di matanya, tak ada rasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi, hanya dingin sungguh dingin yang membuatku tak mau lagi mengejarnya.
Membiarkannya menekan tombol lift dan menghilang dari balik lift, aku sungguh aku tak pernah melihat wajahnya sedingin dan sekejam ini sebelumnya. Dingin seolah sungguh tak perduli dengan diriku sedikitpun, tak perlu bertanya, tak perlu marah karena aku tak pernah ada dalam tatapan matanya itu.
Aku memilih untuk diam, mengurai semua kesalahan yang telah aku lakukan, berusaha mencari pembenaran tentang apa kesalahan yang aku lakukan, Sherrly, Dion, Kenny memberikan pendapat tentang apa yang kami lakukan, apa yang menurut kami wajar sebuah pembenaran yang seolah absolute, pembenaran yang membuatku merasa jalan kami berbeda, tak pernah ada jalan lagi untuk kami, aku dan Ryan jalani bersama berbeda, kami terlalu jauh berbeda.
Namun aku masih sangat mengharapkannya, aku tak dapat memungkiri rasa cintaku padanya yang begitu tulus, rasa cinta yang selalu ada, meski aku tak ingin lagi kami bersama, Ryan sudah berbahagia meski harus menghianati sahabatnya sendiri, menjalin hubungan dengan Cheryl.
Cheryl?? Tak ada yang salah bila dia mencintainya, Cheryl cantik, tidak memiliki tubuh yang tinggi memang kontras dengan Ryan yang begitu menjulang tapi wajahnya yang bulat itu memberikan kesan yang begitu manja, lurus dan jujur berbeda dengan diriku, dia pantas untuk Ryan dan Ryan pantas untuk bahagia. Sungguh aku ingin mengakhiri hubungan ini, aku masih mengharapkan cintanya masih meski tak mampu lagi untuk bersamanya.
Aku harus merelakannya, tapi mungkin kami masih bisa bersahabat? Ya bersahabat baik.. aku masih ingin merasakan kehangatannya, senyumannya, boleh kan? Apa harapanku ini pun masih begitu muluk? Aku wanita, aku wanita aku tak mampu bila harus datang ke tempatnya, memohon semua agar kita bisa tetap bersahabat, setelah semua rasa sakit yang kuberikan padanya, setelah semua kekecewaan yang telah dilemparkannya untuk-ku? Haruskah ?? tidak!
Yang kubisa lakukan adalah, sama.. sama seperti yang telah kunanti satu minggu ini, menunggu sebuah sms, atau telepon darinya tiap jam dimana aku melihat ponselku mengharapkan namanya tercetak di layar ponselku, mendengar suaranya lagi, mendengar tawanya lagi.
Tapi dengan satu buah SMS dari dirinya pun, cukup untuk membuatku senang, café Artania tempat yang begitu ingin aku datangi selama ini dengannya, café yang begitu mahal yang tentu memberatkan buat Ryan, dan juga melukai harga dirinya kalau sampai aku yang membayar makanan kami nanti.
Aku langsung berlari ke kamarku, mencari bajuku yang terbaik, meski ini mungkin akan menjadi malam perpisahan kami, tapi aku ingin yang terbaik yang bisa kuberikan untuknya, terlihat cantik dengan gaun merah yang selalu membuatnya memuji kecantikanku, aku tak boleh terlambat hari ini, tak boleh terlambat sedetikpun
Dia tersenyum, senyuman yang mengandung penuh kesedihan, semua rasa-ku sirna detik itu juga.
“ Sini Jenn… duduk disini.. “ Dia menarik-ku dan membawa-ku ke sebuah meja di pojok ruangan, meja bundar dengan bunga mawar di tengah-nya, dua batang lilin kecil yang menyala lembut.. aku baru tahu seorang Ryan memiliki sisi romantis, kulihat bagaimana penampilannya hari ini belum pernah dia sedetail ini dalam penampilannya, kemeja putih, jas hitam yang pernah aku belikan untuknya, ini pertama kali dia memakainnya, rambut yang ditata rapi, celana panjang hitam yang begitu pas dengan postur tubuhnya, dan sepasang fantovel hitam yang melengkapi penampilannya malam ini.
“ Duduk disini Jenn “ Dia menarik-kan kursi untuk-ku sebelum kemudian duduk di kursi tepat di hadapan-ku,. Dia berbisik..
“ Ada yang special hari ini .. “ dia tersenyum..
Aku hanya bisa menutup mulutku dengan telapak tangan-ku.
Sebuah kue kecil, dengan sebuah lilin di keluarkan oleh seorang pelayan.. Ryan mengambilnya dari pelayan itu dan membawanya ke tengah meja kami.
“ Kamu tahu ? hari ini 500 hari sejak kita pertama ketemu, kamu kecopetan dan langsung panik dan bikin aku kelabakan buat ngejar pencopet yang ilang ga tau kemana.. “
Aku menangis… aku tak mampu lagi menahannya.. menahan air mata ini jatuh…..
Dia menaruh tangannya di wajahku, tersenyum hangat dalam mata yang mengembang air mata kesedihan.
Hangat, tangannya itu terasa begitu hangat.. Tuhan,, kenapa harus sekarang ? kenapa harus sekarang rasa bersalah dan takut kehilangan ini datang ??
Aku marah dan kecewa karena dirinya yang telah bermain di belakangku, tapi aku juga tak punya alasan yang cukup untuk mencacinya setelah dia melihat-ku keluar dari kamar hotel hari itu, tak ada lagi alasan untukku kembali saat ini, aku ingin melepaskannya, tapi aku juga tak mampu mengatakannya, aku tak tahu apakah kami masih punya alasan untuk melanjutkan hubungan kami. Apa bisa ?
Kulihat wajahnya yang terlihat lelah, bibirnya terlihat pecah dan tubuhnya terasa sedikit demam, sebuah luka di pelipis kanannya, yang aku tak tahu apa yang telah dilakukannya sampai memiliki luka seperti ini, aku tak mampu untuk tak menanyakannya.
Dia menggeleng tak mau menjawab, bukan saatnya katanya.
Sementara makanan kami datang, semua makanan favorit yang pernah kuceritakan padanya, tak ada satupun yang terlupakan olehnya dan mulai bercerita tentang apa saja yang kami lakukan 1 minggu ini, 2 minggu tanpa kabar bagi kami berdua, kami banyak tersenyum dan tertawa sementara tak terasa malam itu menjadi malam yang begitu indah bagi kami berdua, malam terindah yang pernah kami lalui bersama.
Tak pernah dia bertanya tentang apa yang terjadi di hotel itu, tak pernah juga dia bercerita tentang apa yang terjadi di kamar kostnya hari itu, membuatku enggan untuk menanyakannya lebih lanjut, aku tak mau merusah suasana ini, merusak keindahan mala mini dengan pertanyaan konyol, aku hanya ingin memeluknya, menciumnya sekarang.
“ Nyanyi yuk, “ katanya mengajak-ku sambil mengambil gitar yang pernah kubelikan untuknya, dia sengaja membawanya dan menarik tanganku naik keatas panggung.
“ Selamat malam, untuk pasangan-pasangan yang datang pada malam hari ini, kami berdua ingin mencoba merusak malam anda dengan menyanyikan sebuah lagu. Mohon maaf sebelumnya kalau suara yang keluar dari pacar saya ini, membuat kalian terganggu. “ Dia tersenyum sementara beberapa tamu yang datang tertawa dan memberikan tepuk tangan.
“ Kamu masih inget kan lagu kita ? “ tanyanya..
Aku mengangguk, kenapa ? kenapa harus lagu ini sekarang ? Jahat sekali dia memintaku menyanyikan lagu ini, sebagai sebuah lagu perpisahan, sementara petikan gitarnya mulai bernyanyi
Saat ku tenggelam dalam sendu
Waktupun enggan untuk berlalu
Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku
Entah untuk siapapun itu
Semakin kumelihat masa lalu
Semakin hatiku tak menentu
Tetapi satu sinar terangi jiwaku
Saat kumelihat senyummu
Dan kau hadir merubah segalanya, menjadi lebih indah
Kaubawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untuk-ku
Kini ku ingin hentikan waktu
Bila kau berada di dekatku
Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku
Kan kupetik satu untukmu
Dan kau hadir merubah segalanya, menjadi lebih indah
Kaubawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untuk-ku
Kupercayakan seluruh hatiku padamu
Kasihku satu janjiku kaulah yang terbaik bagiku
Dia berhenti, mencabut jack dari gitarnya, menciumku dan berbisik sementara suara tepuk tangan terdengar dari tamu yang hadir di ruangan itu.
” Kamu dewasa, karena tahu berapa banyak hal bodoh yang pernah kamu lakukan, aku menjadi bijaksana saat aku tahu.. aku bisa bertindak bodoh setiap saat “ dia berbalik, seolah mengucapkan selamat tinggal untuk-ku , tak memberikanku kesempatan untuk menatap wajahnya terakhir kali, aku menangis saat aku tahu air mata Ryan membasahi pipiku saat dia menciumku tadi.
Sementara Ryan berjalan keluar, membawa gitarnya dan di depan sana Cheryl tersenyum dan membawanya keluar, membiarkanku sendiri di tengah panggung ini. Rapuh dan kehilangan sayapk
Not the end
Ryan, Ryan tak mampu untuk melepas Jennifer, tak bisa karena berjuta alasan yang dimilikinya.
dia harus melepaskan meski gadis itu, tapi disisi lain rasa sayang yang dimiliknya, membuatnya melakukan berjuta hal konyol.
Malaikat Bersayap Satu #1
Aku mencium bibirnya lembut “ Kenapa hunz .. “ tanyanya pelan tepat di telingaku
aku merenungi semua yang kami lakukan, cinta ya kata cinta mungkin hanya jadi sebuah alasan untuk menutupi ketololan yang kami lakukan, berhenti ? ya aku ingin berhenti melakukan ini, namun memang sulit tak bisa kusalahkan Jenny dengan segala kenakalannya, terkadang aku berfikir apa apa orang yang tepat untuknya karena tak bisa membuatnya menjadi lebih baik, aku sungguh tak perduli dengan semua masa lalunya, ada memang sebuah tanda Tanya besar dalam benak-ku untuk tahu semua tentang masalalunya, keluarganya, tapi sungguh itu bukan sesuatu yang sangat penting.
Ya soal hubungan seksual ini ? aku selalu berusaha untuk tidak terpancing dengan semua godaannya, tapi aku tetap seorang remaja lelaki normal, dengan semua keindahan yang dimilikinya, sulit untuk menolaknya, aku pernah berkata padanya untuk berhenti melakukan ini semua, sulit.. sangat sulit mungkin apa yang dirasakan oleh seorang lelaki tentang kenikmatan seksual ini sama dengan kenikmatan yang dirasakan oleh perempuan, candu yang membuat kami tak pernah bisa lepas mengkonsumsinya
Jenny pun bangun dari tidurnya, melangkah kearah kamar mandi, aku menghela nafas panjang, berbalik dan membersihkan ranjangku, sambil mengambil pakaianku yang berserakan di lantai, aku melihat ke sudut ruangan, sebuah foto kami berdua yang tengah tersenyum.
Handphone Jenny bergetar, aku tahu pasti dari orangtuanya, sementara tak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi.
“ Sayang.. “ kata-nya manja dan langsung memeluk dan duduk dalam pangkuanku..
“ Hmmm. “ aku menjawabnya, tubuhnya yang belum berbusana jelas membuat birahiku kembali naik,
“ Galak banget sih huh… “ aku tahu dia berpura-pura marah
“ Siapa yang galak, kamu koq ga bangunin aku sih, ini dah malem banget, “ balasku
“ Gpp, abis kamu pules banget tidurnya kaya kebo.. hahaha. “
“ Ya, gpp dech daripada kamu dimarahin lagi, pasti dimarahin kan.. “ aku menunjuk ponselnya yang bergetar sejak tadi.
“ Wahh, gawat iki… “ katanya sambil langsung mengambil baju dan rok sekolahnya. Memakainya dengan cepat, aku pun bangun dari tempat tidurku dan mengambil jaketku dari dalam lemari
“ Dak usah toh yo, kamu tenang aja yang, aku gpp koq pulang sendiri, “ katanya sambil mengambil kunci mobil dari dalam tas sekolah-ku.
Aku kembali menghela nafas, dan memeluknya, aku hanya ingin hubungan kami tak lagi seperti ini, bersembunyi dari kedua orangutanya, apapun keputusan mereka tentang hubungan ini, yang terburuk sekalipun aku mampu melakukannya, yang aku butuhkan hanya pengakuan dan waktu untuk memperjuangkan hubungan ini, aku tahu aku mampu melindunginya, pasti hanya waktu yang aku butuhkan.
“ Janji ya sayang.. besok kamu datang ke pesta ulang tahun temenku, jam 6, inget jam 6 ! “ ingatnya sambil menciumku
Aku mengganguk.
“ Ati-ati ya kamu, kabarin aku begitu sampai di rumah.. “ aku mengantarnya sampai ke mobilnya, membukakan pintu mobilnya, sementara dia menekan tombol start di mobilnya, menyalakan mobilnya dan bersiap berjalan pulang, aku melambaikan tangan padanya yang mulai berlalu pergi.
“ Cap, gw ga ikut latihan hari ini ya, harus temenin Jenny ke pesta ultah temennya.. “ kata-ku pada kapten tim basketku, sementara Rey hanya mengintip di sela latihan menembak yang sedang dilakukannya,
“ Oh Ry, tapi jangan lupa, besok kita ada latihan sama coach, ini penting banget supaya loe bisa ikut seleksi, mungkin loe dah hampir final buat masuk tim inti, tapi jangan bikin kesenjangan ke anak-anak yang lain.. “ Ingat Steven kapten basket di kampusku,
Aku mengangguk, “ thanks caps “ sementara Rey memanggilku,
“ Ry, loe mau pake mobil gw ga ? “ Rey selalu mendorongku agar terlihat setara dengan Jenny, dia orang yang paling mendukung hubungan kami, dia ga mau kalau aku terlihat rendah di antara temen-temen Jenny.
“ Ga usah Rey, gw naek taksi aja, ketemu di sana sama Jenny, loe tenang aja.. kan gw juga harus nyetir
mobil Jenny nanti.. “ Kataku sambil menepuk pundaknya.
“ Yawda, kalau ada apa-apa loe call gw aja, gw lagi pake nomor Cheryl biasa dia lagi curiga gw selingkuh.. hahaha “ candanya
“ Makanya jadi orang yang setia, “ Dia hanya tertawa sambil berlari masuk ke dalam lapangan, sementara aku menuju parkiran motorku, tinggal sejam lagi aku tak boleh terlambat, maksudnya terlambat terlalu lama dari janjiku karena sekarang jelas sudah terlambat untuk bisa datang tepat pada waktunya.
Aku jelas binggung saat melihat ada sebuah mobil Mercedes hitam di tempat parkir kost-ku, di tempat ini hanya ada aku dan 3 penghuni kost lainnya, sebuah kost yang sederhana dan jelas tidak wajar kalau ada mobil semewah itu disini, memang mobil Jenny juga bagus tapi kayaknya terlalu berlebihan kalau dia memakai mobil itu hanya untuk datang ke undangan temannya.
Aku memarkir motorku, dan melihat seorang wanita mungkin berusia sekitar 40an, dari dandananya terlihat begitu anggun dan mewah perhiasan di leher dan telinganya, sebuah cincin berlian yang mewah dan pakaiannya yang menunjukan dari kelas sosial mana dia berasal. Aku tersenyum dan menunduk untuk melewati mereka, tapi dia menghentikanku.
“ Kamu Ryan ? “ Tanya-nya
“ Iya Tante, ada yang bisa saya bantu ?? “ Dia mencariku ?
“ Ya, saya Nyonya Elvanny, Orangtua Jennifer Adrian “ Katanya..
Mama Jenny ?? aku berusaha sesopan mungkin dengan berusaha menyalaminya lebih dulu.
“ Sory Tante, saya ga tahu.. “ aku berusaha menyalaminya. Sementara dia seolah acuh dengan sodoran tanganku dan aku pun segera menarik tanganku lagi.
Angkuh, mungkin ini alasan Jenny tak pernah mau mengenalkan aku dengan orangtuanya.
Kulihat wajah Nyonya Elvanny, cantik memang meski dia tak mampu melawan usia tapi kecantikan masa mudanya jelas masih tersisa, dia cantik dan sedikit mirip dengan Jenny.
Aku tersenyum berusaha mencairkan suasana, sementara ponsel di kantungku mulai bergetar, aku tahu Jenny pasti mencariku.
“ Kita langsung aja ya.. “ dia mengambil rokok dari dalam tasnya dan menyalakannya.
“ Ada yang bisa saya bantu ? “ Tanyaku.
Dia melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“ Kamu tahu Jenny siapa ? atau sejauh mana kamu tahu tentang dia ? “
Aku menggeleng, jujur satu tahun lebih ini aku tidak tahu banyak tentang Jennifer Adrian, aku hanya mengenal seorang Jennifer Adrian, tidak dengan segala yang melatar belakangi dirinya.
Mama Jenny, mengambil sebuah kartu nama dari tasnya, dan memberikan padaku logo di kartu nama itu jelas adalah sebuah pabrikan elektronik terbesar di Indonesia. Sementara di kartu nama itu tertulis Elfanny Merry ~ Komisaris
“ Ya, dia akan menjadi penerus perusahaan itu, karena dia anak satu-satunya dan jangan bilang kalau kamu tidak tahu kalau dia anak saya satu-satunya “ nadanya terdengar sinis sementara aku mengangguk karena untuk yang satu itu aku tahu. Aku tahu dia juga punya adik laki-laki yang meninggal saat kecil. Tapi tak ada gunanya berdebat sekarang.
“ Kamu cakep, cukup pintar, dan tante tahu semua yang udah kamu lakukan untuk sampai bisa berkuliah di sana, tante hargain dan apresiasikan dengan tinggi semua kerja keras kamu, dan jujur kagum sama kamu “ Dia mengembuskan asap dari mulutnya.
“ Tapi pertanyaanya apa kamu berfikir, kamu cukup mampu untuk membahagiakan Jennifer ? “ Tanyanya
Pertanyaan yang sulit untuk dijawab, aku tahu mau menjawab apa, tapi itu hanya sebuah pernyataan tanpa dasar yang jelas.
“ Terlebih kamu tahu, Jennifer belum menceritakan apapun ke kamu kan, apa kamu berfikir dia cukup serius untuk menjalani hubungan ini dengan kamu ? “ . “ Dia selalu berfikir kalau kami orangtuanya tidak pernah tahu apa yang dia lakukan, kami tahu semuanya, tapi memilih dia, tapi tidak kali ini “
Orang tuanya tahu tentang semua kesalahan yang pernah Jenny lakukan, jelas Jenny pun akan terkejut kalau tahu semua ini, karena dia selalu berfikir mampu membohongi kedua orangtuanya itu.
“ Saya tahu, tante pasti sudah cukup tahu tentang diri saya, saya tidak punya satu jawaban dengan alsan yang kuat, tapi saya tahu Jennifer mencintai saya, dan saya juga mencintai dia dengan tulus, bahkan tanpa melihat siapa dia. “ Jawabku
Dia tersenyum “ Tante tau, tapi apa kamu pikir Jennifer bisa hidup dalam kesederhanaan ? “. “ Bukan tante meragukan kamu, tapi apa kamu pikir dia bisa menunggu kamu untuk menjadi jauh lebih baik dari sekarang, sementara buat dia kemewahan itu sesuatu yang harus dia rasakan tiap hari ? “ ucapan yang sangat tepat. Aku tak bisa mengelak.
“ Enggak, tante bukan mau main sinetron dimana orang tua si perempuan yang lebih kaya datang dan mencaci, pacar anaknya. “ , “ Ga seperti itu tapi tante datang untuk meluruskan pola berfikir kamu, kalau kamu berfikir mampu, silahkan tante ga larang. “
Ponselku terus bergetar.
“ Kayak yang tante bilang tadi, tante cukup suka dengan kamu, kamu punya karakter dan kemauan, tapi itu ga cukup. Belum cukup untuk bisa membahagiakan anak tante. “
Aku diam tak menjawab.
“ Apa kamu berfikir usaha kamu sudah maksimal ? “ tanyanya lagi
Aku berdiam, bertanya pada diriku sendiri apa aku sudah berusaha maksimal selama ini ?
“ Kamu yang tahu jawabannya, berapa banyak hal lain yang mungkin masih bisa kamu lakukan. “
Dia mengambil lagi rokok dari tasnya, batang ke tiga.
“ Satu aja yang tante mau, kalau kamu memang mencintai anak tante, buat dia lebih baik, kalau kamu berfikir tidak mampu membuatnya lebih baik, tinggalin dia sekarang. “ Kata-katanya pelan tapi terdengar begitu dalam.
“ Ok, tante rasa cukup ya, kamu yang harus nemuin sendiri jawabannya, Tante selalu siap untuk kamu temui untuk urusan Jennifer, and give me an answer as soon as possible okay. “
“ Aku mengganguk, sementara supir di dalam mobil Mercedes itu keluar dari mobilnya dan mengambilkan payung untuk majikannya itu, sementara tak lama kemudian mobil itu pun meluncur pergi, aku masuk ke dalam kamar-ku. Mengambil handuk-ku dan masuk ke dalam kamar mandi, belasan miscall dan 3 buah SMS masuk, aku membaca SMS-SMS itu,
Kemarahan Jenny yang selalu kekanak-kanakan, dia sering melakukannya tiap kali marah, kadang juga disertai kata-kata kasar, membuatku bertanya pada diriku, apakah aku mampu membuatnya lebih baik? Apa aku mampu ?? Apa aku orang yang tepat untuk-nya ?
Kupakai pakaianku yang sudah disiapkan oleh Jenny tadi siang, aku tahu dia pasti datang dan menyiapkan pakaian untuk-ku.
Namun aku terdiam, berfikir dengan keras, mencerna semua yang dikatakan oleh Mama Jenny tadi, semua yang dikatakan olehnya adalah kenyataan
Apa yang aku tahu tentang Jenny ? Tidak ada aku tak tahu
Apa aku mampu membuatnya menjadi lebih baik ? aku tak tahu
Apa aku mampu membahagiakannya ? Ya, tapi bukan saat ini.
Bukan saat ini
Belum saat ini.
Aku melingkarkan kaki-ku, berfikir dengan jernih.. entah berapa banyak perbedaan diantara kita.. entah berapa banyak kesulitan yang akan datang karena perbedaan itu, aku berfikir berikir begitu lama hingga jam menunjukan pukul 11 malam, aku bergegas mengambil dompetku di meja, Jenny pasti sangat marah, setidaknya aku harus memberikannya alasan tentang keterlambatanku ini.
###
Setengah 12 malam dan masih hujan aku sampai ke tempat pesta itu, turun dari taksi dan mencari mobil Jenny di parkiran, Xtrail hitamnya masih terparkir disana, aku pun bergegas naik, bergegas naik untuk melihat pemandangan yang seharusnya mungkin tak pernah aku lihat, dikelilingi oleh para lelaki dia tengah asyik mencium salah satunya. Entah apa yang mereka semua lakukan bau alcohol yang begitu menyengat dan Jenny ikut mabuk bersama mereka.
Aku menariknya keluar sementara beberapa temannya tampak protes salah satunya yang aku tahu bernama Peter, orang yang menurut Jenny selalu berusaha mendekatinya, bau alcohol dari mulut Jenny tercium begitu pekat.
Aku mencari tasnya dan mengambilnya dari tumpukan teman-temannya yang telah tertidur mabuk, masih mengendongnya aku pun membawa keluar Jenny dari tempat itu.
Mungkin aku memang tak bisa membuatnya menjadi lebih baik.
“ Bro, kalau dateng dan pergi jangan seenaknya donk. Loe pikir loe siapa ?? “ Amuk Peter yang tengah mabuk dan berusaha mengambil Jenny dariku tepat di dekat pintu keluar.
Satpam tempat itu berusaha melerai sementara aku tak mengacuhkannya, yang justru membuat Peter bertambah emosi.
“ ANJING LOE YA !! “ Maki-nya sambil menendangku, aku berusaha tak terjatuh agar Jenny tidak ikut jatuh bersamaku, dia mengejarku dan memukulku lagi, aku masih berusaha tak membalas karena Jenny yang masih begitu limbung dan menceracau tak jelas,
Aku memasukan Jenny ke dalam mobilnya, tertidur di jok belakang.
Sementara Peter yang marah mengambil tongkat satpam dan memukulkannya ke pundak-ku, aku terjatuh kali ini dia memukulku sekali lagi tepat di muka yang membuat pandanganku buyar seketika, sebelum kemudian satpam-satpam itu melerai dan memaksa Peter masuk kedalam, satpam-satpam itu meminta maaf padaku.
“ Ga papa pak, tolong diurus aja orang itu, “ Kataku, sambil masuk dalam mobil membawa Jenny pulang, kulihat pundakku yang terkena muntahan Jenny tadi, sementara sedikit darah mengucur dari keningku karena pukulan Peter tadi.
Kubantu Jenny mengganti bajunya, penuh dengan muntahan entah muntahan siapa, kumasukan baju itu ke kamar mandi dan merendamnya, kugantikan bajunya dengan bajunya yang sengaja di tinggal di kost-ku. Kulihat wajahnya yang tampak begitu kacau, dia mengigau tak jelas.. aku bertanya pada diriku sendiri, apa aku orang yang tepat untuknya ? Mampukah aku membuatnya lebih baik ? Mampukah aku memberikannya kebahagiaan ?
Kepalaku benar-benar terasa pusing, sementara pelipiskupun belum berhenti mengeluarkan darah..
Aku mengambil ponselku, aku butuh seseorang untuk mengantarku ke dokter.. Rey..

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar sopan saya segan.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.