Moses Bandwith - Lukisan Hati
Ia membuka pintu kamarku, mencoba melangkah keluar, saat itu aku menarik tangannya.. kugengam erat tangannya.. aku tak dapat melepas sepasang tangan mungil ini melompat keluar dari hidupku, aku tak bisa sungguh .. aku tahu aku akan berjalan dalam kegelapan setelah ini.. aku tahu.. tapi aku tetap tak bisa membiarkan dia melangkah keluar dari hidupku.
***Ryan tak mengerti apa yang terjadi, sosok Jenny yang dikenalnya seolah menjadi asing sekarang
Mungkin dia akan tetap mencintainya, mungkin tidak..
ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Jenny, yang dia tidak boleh tau untuk saat ini..
Dan lelaki yang berdiri di meja Cashier itu adalah pacar-ku Febryant, dia memang blasteran atau biasa aku memanggilnya Chihuahua sebagai panggilan sayang-ku padanya.. Hampir 1 tahun kami berpacaran dan dia sekarang kuliah di sebuah Universitas Swasta paling mahal di Indonesia dengan beasiswa olahraganya, dia memang seorang pemain basket yang handal.
Tinggi, Ganteng dan juga cukup pintar, aku benar-benar bisa membanggakannya di depan teman-temanku, hubungan kami juga bukan mulus tanpa hambatan, terkadang kami juga ribut besar karena masalah sepele, seperti kekanak-kanakanku ataupun kekeras-kepalaanya yang kelewatan. Tapi jauh dari itu aku sadar bahwa dia adalah yang terbaik buat-ku, mungkin terdengar terlalu muluk untuk seseorang yang baru mau menginjak 17 tahun beberapa bulan lagi.“ Lama ya sayang nunggunya ?? “ Tanyanya sambil duduk di sebelahku, setelah selesai berganti shift dengan temannya.
“ Ga koq sayang, masih 15 menit lagi, kamu udah gantian aja, gpp ? “ tanyaku melihat masih 15 menit lagi sebelum waktu shiftnya selesai
“ Gpp koq yang, cuma last order aja nich, nunggu dibikinin sama temen aku.. “ Katanya sementara aku melihat temannya member tanda pada Ryan untuk mengambil minuman untuk diantarkan di meja ujung itu.
“ Bentar ya yang, aku anterin itu dulu.. “ Dia pun bergegas mengambil minuman itu dan mengantarnya ke meja di ujung.
“ Yang diujung itu, namanya Edison yang.. kenapa ganteng ya ?? “ Katanya.. membuyarkan lamunan-ku, memang sifat cemburuannya kadang-kadang membuat aku tertawa sendiri.
“ Ich apaan sih kamu, aku justru liatin yang cewe, kayaknya sama kayak kamu ya.. Blasteran juga.. tapi kamu tahu dari mana namanya Edison, ?? “ Tanyaku
“ Kan ada di purchase order.. “ Katanya “ Kayaknya sih cewe itu pacarnya ya ?? “ Dia mulai mengeluarkan analisanya yang sering salah
“ Bukan tau, kalau yg namanya Edison itu sama cewe itu masih agak mirip, kayaknya kakaknya dech. kayaknya cewe itu malah pacaran sama cowo yang rambut pendek di sebelahnya, bisa jadi malah yang itu pacarnya tuh. “ Aku gak mau kalah memberikan pendapat.
“ Ah kakaknya, dari mana, Asal dech kamu haha.. “ , “ Tapi masih kecil kayaknya ya cewenya.. pedofil apa ya ?? “ Ryan kembali dengan argument asalnya yang sering membuatku tertawa-tawa sendiri, dan seperti inilah kami biasanya menghabiskan waktu bersama, selain waktu kami untuk bertemu yang semakin terbatas karena kesibukan masing-masing.
“ Yang, Jumat ini temen aku ada yang ultah Sweet 17.. kamu temenin aku ya.. please.. “ aku berusaha mengajaknya pergi ke acara ulang tahun teman-ku
“ Duh Jumat ya, gimana ya kamu kan tahu aku harus latihan basket sampe jam 8, emang acaranya jam berapa ?? “
“ Yang sekali aja bolos ya, acaranya jam 6 kamu kan kuliah sampai jam 4, nanti aku jemput kamu ya, mudah-mudahan ga macet ya dari Karawaci kesini.. “ aku mulai mengeluarkan wajah memelas seperti yang biasa aku lakukan.
Dan cara ini memang selalu berhasil, akhirnya dia mengganguk setuju meski masih terlihat ragu, ini yang paling sulit dalam hubungan kami, seolah dunia hanya ada kami berdua dia kurang terbuka untuk bergaul dengan teman-temanku sedangkan dengan kesibukannya sekarang jarang sekali kami bisa bergaul dengan teman lainnya. Anggap saja itu konsekuensi dari sebuah hubungan.
***
Kamarnya masih saja gelap dan berantakan, tiap minggu aku selalu dating di hari ini, hari kamis untuk membersihkan kamar ini, baju yang berantakan dimana-mana, buku kuliah dan juga komik yang berantakan, hanya satu tumpuk buku komik Slam Dunk ! favoritnya yang tersusun rapi dengan nomor yang berurut dari yang paling kecil sampai nomor terakhir di meja kecil dekat ranjangnya, itu sudah seperti benda pusaka buatnya, dan juga sebuah poster anime yang tergantung di atas TV kecil dekat toilet itu satu-satunya poster di kamar ini yang tak pernah berdebu.
Aku pun mulai membersihkan kamar ini, mulai dari menata buku yang berantakan, kumasukan satu persatu ke dalam lemari bukunya, sebelum kemudian aku memungut baju-bajunya yang berserakan di berbagai tempat di kamar ini, bahkan ada yang dibawah ranjang. Aneh memang.
Selesai, sekarang berarti aku harus melap TV, meja TV dibawahnya dan juga meja belajarnya yang sudah mulai berdebu, tak terasa ternyata cukup melelahkan juga membersihkan kamar kecil ini, sekaramg tinggal menyapu kamar dan mengepelnya, selesai.
Masih 1 jam lagi sampai dia pulang, aku tahu dia pasti langsung pulang jadi tidak banyak waktu buatku untuk bersantai dan membersihkan kamar ini. Tubuhku berkeringat yang membuatku cukup gerah, terutama karena di kamar ini tidak ada ACnya, beruntung hujan tadi siang membuat kamar ini tidak terlalu panas lagi.
Masih 40 menit dan aku pun bergegas mandi agar tidak bau saat Ryan pulang, ya malu lah kalau menyambutnya dengan badan yang bau keringat begitu, kecuali karena keringat yang lain ;p. aku mandi dengan tergesa-gesa dan mengeringkan tubuhku dengan handuk miliknya, selalu tercium bau khas tubuhnya di handuk, bantal dan ranjangnya, bau yang membuatku merasa nyaman.
Dan karena itu semua malah memberikanku sebuah ide iseng baru untuk mengerjai Ryan, aku pun bergegas keluar, menyembunyikan barang-barangku di dalam lemarinya, dan bersembunyi di dalam selimut.
Cukup lama juga, sampai akhirnya terdengar bunyi pintu yang terbuka,aku mengintip dari sela-sela selimut, dia langsung menyalakan TV tanpa menyalakan lampu dan mengambil kertas yang aku tulis dari atas meja, kertas yang memberitahukan bahwa aku sudah pulang, karena harus pergi dengan Mama, ya aku berbohong untuk mengerjainya, dan dia pun langsung mengambil handphonenya dan mengetik SMS. o.0 aku lupa mensilent Handphone-ku, rusak semua rencanaku, saat ponselku berbunyi karena SMS darinya.
Dia langsung menerkamku yang masih bersembunyi dalam selimut, dan mengelitik perutku..
“ AaaaaaaAAAaaaaaa “ udah ah, “ aku meronta melepaskan diri dari pembalasannya itu.
“ Bandel ya bohong katanya.. “ sambil membuka selimut yang kukenakan, dan dia kembali terkejut.
Ya terkejut saat menemukanku menyambutnya tak berbusana, aku tertawa melihat wajahnya yang terkejut dan memeluknya.
Dia tak menyambut pelukan-ku..
“ Kamu marah ya ? sory .. “ aku mengalungkan tanganku dan memeluknya.
Dia tersenyum dan memakaikan lagi selimutnya pada tubuhku, aku tahu dia sedikit marah. Aku hanya bisa menciumnya sekarang, membiarkannya melunak perlahan, tidak lama biasanya dia marah, dan benar kan sekarang dia mulai membalas ciumanku, perlahan dia mulai menindihku dan menciumku dengan mesra.
Tubuh kami semakin terbakar oleh hawa nafsu, bagaimana tubuh kami bergulat dalam birahi keringat yang mulai menetes ciuman demi ciuman dan desahan yang mengigiring kami lebih dekat pada puncak kenikmatan yang liar. Sebelum akhirnya kami mencapai puncak kenikmatan kami dan tertidur, lebih tepatnya Ryan yang tertidur sementara aku akan menatap wajah kekanakannya yang tengah tertidur dengan lelap, menciumnya dan membiarkan dia tertidur nyenyak di sampingku, dia pasti akan mengigau dan mencariku sesaat sebelum kemudian kembali tertidur pulas.
Bukan, bukan sekarang aku harus bercerita tentang semua ini, tentang bagaimana aku kehilangan kesucian-ku, tentang bagaimana keluargaku memperlakukan-ku, masih banyak yang aku tutupi tentang keluargaku, Ryan belum harus tahu semua ini, yang bisa kulakukan adalah menyayanginya dengan segala yang aku bisa, tidak mudah memang,, banyak perbedaan diantara kami, banyak sekali. Kadang aku lelah, aku belum cukup dewasa untuk bisa mengerti dirinya, dia pun terlalu keras dan cenderung kaku dengan rasa cintanya, sedangkan aku tipe ekspresif yang menginginkan dia melakukan semua yang aku mau untuk bukti cintanya padaku. Childish dan manja ? ya memang seperti itu aku.
Ryan menciumku dalam tidurnya, dia mencium keningku sementara tangannya masih memeluk tubuhku dengan erat,. Entah berapa lama kami tertidur sementara langit diluar telah berganti malam, aku meraih ponsel-ku, 10 misscall dan 4 sms, semua dari mama yang mencari-ku, Gawat !!
Perlahan aku turun dari tempat tidur, sebisa mungkin tidak menggangu tidur nyenyaknya..
Aku menatap kaca dalam kegelapan, pantulan tubuhku yang terpantul tipis dalam kegelapan, wajahku yang kini dapat tersenyum tulus, sebuah bekas merah di dadaku yang tak lagi harus kubenci, aku tahu dia mencintaiku dengan tulus, mencintai segala kekurangan dan kelebihanku meski kini aku masih menaruhnya dalam kegelapan masa lalu diriku, tak sekalipun kata tanya terucap dari mulutnya tentang hal ini, tak pernah,.. dia menepati janjinya dulu untuk tak sekalipun bertanya tentang hal ini.
Kulihat tampilan tubuh telanjangku di cermin, seorang anak belum 17 tahun yang telah kehilangan kesuciannya 3 tahun yang lalu, bodoh tampaknya, cantik aku yakin aku cantik seperti yang para lelaki itu katakan tapi aku tak pernah mampu menjadi seorang wanita sesungguhnya, memberikan yang terindah untuk orang aku sayangi sepenuh hati, aku telah melakukan kesalahan itu, sebuah kebahagiaan semu yang merusak semua mimpi indah seorang wanita.
Tuhan, ya mungkin Tuhan memberikan-ku kesempatan kedua, aku harap.. aku berusaha tak mengulangi semua kesalahan ini, tak mudah pergaulan Jakarta jauh lebih rumit dan sulit, sedangkan ada dorongan dalam diriku untuk kembali seperti dulu, terkesan Gaul dan keren, aku mampu.. aku mampu seperti mereka, orangtuaku mampu membiayai semua pola hedonis seperti teman-teman sekolahku, bahkan lebih dari mereka. Tapi aku berusaha bertahan, berada di garis abu-abu agar tak lagi mengulangi kesalahan seperti dulu, ya untuk Ryan.
Perlahan aku masuk ke kamar mandi, mencuci tubuhku yang penuh keringat, membersihkan bagian kewanitaanku dan membiarkan air dingin yang kuguyur ke tubuhku ini memberikan sedikit suasana rileks untuk-ku, aku tersenyum kecil, sebuah senyum simpul seolah tak mengerti tentang satu tahun ini.
Ryan lelaki polos itu entah bagaimana dia masih bisa mencintai diriku, cintanya tak pernah berubah, bahkan semakin kuat, jujur itu yang aku rasakan, meski dia tahu seperti aku ini, SEKS ya SEKS benar-benar candu dahsyat yang bisa membuat seseorang memilih untuk kehilangan kewarasannya, atau hanya aku saja yang cenderung memiliki ‘kelainan’. Dia yang seolah tak pernah perduli dengan seks, yang dia lakukan selama ini seperti hanya sebuah keinginan membahagiakan-ku, menuruti keinginan-ku, aku ingat betapa konyolnya aku yang bersembunyi di dalam selimut dalam keadaan telanjang sebelum dia pulang dari tempat kerjanya seperti tadi, atau saat aku diam-diam mengenakan lingerie yang membuatnya sampai keluar dari kamar karena terkejut, ya memalukan memang. Tapi wajar untuk-ku.
Kukeringkan tubuhku dengan handuk, menyapu semua butir air yang membasahi sekujur tubuhku, sebelum aku mengenakan bra dan celana dalam-ku dan keluar dari kamar mandi.
Seperti biasa Ryan telah terbangun dan tengah sibuk mengenakan pakaiannya lagi sebelum aku keluar dari kamar mandi.. aku langsung memeluknya dan duduk dalam pangkuannya.“ Sayang.. “ kataku manja..
“ Hmmm. “ seperti itu lah dia biasa menjawab
“ Galak banget sih huh… “ aku pura-pura merajuk
“ Siapa yang galak, kamu koq ga bangunin aku sih, ini dah malem banget, “ katanya
“ Gpp, abis kamu pules banget tidurnya kaya kebo.. hahaha. “
“ Ya, gpp dech daripada kamu dimarahin lagi, pasti dimarahin kan.. “ Katanya sambil menunjuk handphoneku yang sedang berdering lagi.
“ Wahh, gawat iki… “ kataku sambil langsung mengambil baju dan rok sekolahku. Memakainya dengan cepat sementara Ryan mengambil pakaian dari dalam lemari bersiap untuk mengganti pakaiannya.
“ Dak usah toh yo, kamu tenang aja yang, aku gpp koq pulang sendiri, “ kataku sambil mengambil kunci mobil dari dalam tas sekolah-ku.
Dia menghela nafas, dan memeluk-ku.. aku tahu dia sedikit kecewa.
Aku tahu dia tak mampu lagi kalau harus bermain kucing-kucingan seperti ini, tapi aku takut aku belum memiliki cukup keberanian untuk membawanya ke hadapan orang tuaku.
“ Janji ya sayang.. besok kamu datang ke pesta ulang tahun temenku, jam 6, inget jam 6 ! “ kata-ku sambil menciumnya.
Dia mengganguk.
“ Ati-ati ya kamu, kabarin aku begitu sampai di rumah.. “ katanya yang kubalas dengan anggukan dan bergegas keluar dari kamar kost itu, dan membuka pintu mobil-ku, sambil melambaikan tangan aku memundurkan mobil-ku dan bergegas pulang.
Aku terus melirik jam di ponselku, dia sudah terlambat 1 jam dari janjinya, sementara telepon dan SMS ku pun tidak dijawab olehnya, Kesal ? YA! aku sungguh kesal! karena seperti biasa dia akan membiarkan-ku menunggu, tapi tak pernah selama ini sebelumnya. Atau mungkin dia malah tidak akan datang, aku kembali menekan tuts di handphoneku untuk meneleponnya dan lagi-lagi tak ada jawaban darinya. Sementara aku harus menampilkan senyuman untuk teman-ku Sherly yang berulang tahun ke 17 hari ini.
Melempar senyuman dan berusaha sebisa mungkin terlihat biasa di hadapan teman-temanku, terkadang tetap saja ada kata sindiran kecil tentang Ryan yang harus kudengar dari teman-temanku, mereka memang terkenal Borjuis dan sedikit congkak, tapi jujur berada diantara mereka kadang membuatku lebih nyaman, aku suka menjadi pusat perhatian dan terkadang status-ku yang sudah berpacaran membuatku kurang ‘popular’
dibanding teman-temanku yang lain, namun aku tau aku takkan rela kalau harus melepas Ryan.. Sekarang.
“ Mana cowo loe ga dateng lagi Jen ? “ Peter datang dan aku tahu dia pasti akan menyindir tentang Ryan lagi, dia lelaki yang paling gencar mendekatiku selama ini, anak dari teman bisnis Mama dan Papa yang membuatku tak bisa mengacuhkannya dengan seenaknya seperti pada lelaki lain yang coba mendekatiku.
“ Haha.. “ aku hanya tertawa malas menanggapi semua bualan Peter, sementara dari jendela Café, hujan mulai turun dan berarti pupus sudah harapan untuk Ryan datang kesini, aku hanya tak percaya dia akan datang dalam hujan seperti ini.
“ Jenn sini… “ Panggil Sherly
Aku menghampirinya yang terlihat cantik dengan gaun berwarna merah muda ditambah stilettos berwarna merah yang kontras sekali dengan warna gaunnya itu, sayang keindahan itu tak didukung oleh sifatnya yang angkuh, borjuis dan sedikit munafik. Wajar karena kami semua yang hadir saat ini disini sejenis dengannya, mungkin itu juga yang membuat Ryan tak pernah nyaman dengan teman-temanku ini.
Namun jujur, di lingkungan seperti ini aku merasa lebih hidup, nyaman dengan pergaulan ini selalu menjadi pusat perhatian dimanapun kami berada, tatapan mata para lelaki yang seolah tak pernah lepas dari kemilau kami, ya perasaan seperti itu yang kami inginkan, memberikan rasa rindu yang menyesatkan dalam kepalsuan.
Candaan dan tawa sambil memamerkan perhiasaan yang kami kenakan masing-masing, sebuah gengsi yang tak akan terlewatkan di setiap pesta yang kami hadiri, sementara tanganku masih sempat mencoba menghubungi Ryan, dan masih hanya operator yang menjawab, Cukup sudah aku dipermainkan, kumatikan ponselku dan tak perlu lagi dia datang terlambat dengan sejuta alasan seperti yang biasa dilakukannya.
Dan permainan ini, permainan yang tak pernah kami lewatkan, aku selalu menolaknya dulu, tapi tidak hari ini, permainanya sederhana, hanya duduk melingkar dengan sebuah lingkaran dan panah jarum yang bisa berputar di tengahnya, ya permainan Truth or Dare, pilih antara menjawab pertanyaan mereka dengan jujur atau memilih tantangan yang biasa agak vulgar, itu yang membuat aku selama ini tak mau ikut permainan ini.
Tidak hari ini..
Entah berapa kali panah itu seolah sengaja membalaskan dendamnya padaku yang sellau menghindarinya saat ini, menunjuk-ku berulang kali, entah berapa kali aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh dan vulgar dari teman-temanku, mendengar bagaimana Peter seolah dengan bangga menceritakan ketertarikannya pada-ku, juga membiarkannya menciumku, bukan cuma dia Kenny, Dion juga ikut menciumku sebagai tantangan mereka, entah berapa banyak minuman keras yang kuminum tak mampu kuingat lagi, yang kusadari sekarang, aku terbangun di Kost Ryan dengan pakaian yang sudah diganti olehnya, kulihat jam di dinding yang telah menunjukan jam 12 siang.
Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan ? Kebodohan apa lagi ? Rasa kesal yang membuatku melakukan hal bodoh, dan kenapa aku disini sekarang ? apa kemarin aku datang ke sini dan memaki Ryan ? atau Ryan datang ke pesta untuk menjemputku dan mendapati aku yang tengah mabuk ??
Hari ini ? Jumat… Aku harus ke kampusnya, dia ada latihan basket sampai jam 2 aku harus menjelaskan semua ini padanya, sebelum menjadikan kesalah pahaman yang berlarut dan merusak hubungan kami. Aku mengambil pakaianku yang memang sebagian kusimpan di kost Ryan, dan masuk ke kamar mandi, menatap wajahku yang terlihat begitu kusam, mata yang hitam karena kurang tidur. Kulihat baju pesta-ku yang masih tergeletak di ember kamar mandi, penuh dengan bau alcohol dan muntahan.
Aku sampai di kampusnya, berlari kearah hall basket, orang-orang yang tengah berlari di lapangan, berlatih untuk menghadapi kejuaran antar universitas 2 bulan lagi, kuperhatikan dengan seksama tak ada, tak ada dirinya disana.. kemana? Kemana aku harus mencarinya.
“ Jenn ?? “ panggil seseorang. Aku berbalik berharap Ryan bersama Rey yang memanggilku tadi
“ Ko Rey .. Liat Ryan ?? “ Tanya ku
Dia menggeleng. “ Justru baru mau tanya ke kamu, dia ga dateng, ga masuk kuliah juga hari ini.. takutnya dia sakit “
Aku menggeleng, tak tahu dia ada dimana..
Kemana aku harus mencarinya sekarang ? Starbuck tempat kerjanya? Ya mungkin dia ada disana
“ Yawda ko, aku tinggal ya, mungkin dia di tempat kerjanya.. “ kataku,
“ Iya, coba dech tolong ya Jenn, kita mau kompetisi soalnya kalau dia banyak bolos kayak gini takutnya ga bisa masuk seleksi tim, bisa bahaya buat beasiswanya. “ aku mengganguk dan bergegas pergi menuju tempat kerjanya.
Setengah berlari, aku menuju outlet starbuck di dekat pintu masuk, tidak ada karena hari ini bukan shift kerjanya, tapi aku mendapat sebuah clue penting, Ardie teman kerja Ryan melihatnya, melihat dia datang bersama seorang wanita, dan pergi setelah memberikan surat untuk manager outlet. Kemana? Kemana aku harus mencarinya sekarang ? apa aku harus pulang ke kostnya ? menunggunya pulang? Ya mungkin ini yang terbaik.
Ada sebuah mobil Jazz merah terparkir di depan kost Ryan, dari plat nomornya aku tahu, itu mobil Cheryl buat apa dia disini ?. Aku sengaja memarkir mobilku di tempat yang tersembunyi, tak lama Cheryl keluar dari kamar Ryan, tangan Ryan terlihat berada di pundaknya, tak lama Cheryl berbalik dan mencium kening Ryan! Iya dia menciumnya. Ryan sendiri seolah tak berusaha menolaknya, meski juga tak membalas ciuman itu. Gimana ini ? apa aku harus turun dan melabrak mereka ?
Aku diam tidak turun dari mobilku, sementara tak lama pelacur itu kembali datang dan masuk kamar Ryan lagi, kulihat ponselku yang ada di dashboard mobil, tidak ada satupun SMS dan Telepon dari Ryan hari ini, sementara sekarang dengan sepasang mata ku sendiri aku melihat seorang Cewek yang juga pacar sahabatnya sendiri itu masuk ke kamarnya, dan tidak ada satupun lampu yang menyala dari kamar itu, entah apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.
Marah , iya jelas aku marah..
Kuambil ponsel-ku, kuketik sebaris kalimat untuk kukirim ke ponsel Ryan, sebelum kunyalakan mobilku, cukup sudah cukup dengan semua ini, aku pun menjalankan mobilku sementara sedetik kemudian Ryan telah keluar dari kamarnya berlari di tengah hujan dan mengejarku. Persetan dengan semua yang akan dikatakan olehnya, cukup tak ada lagi yang perlu aku percaya dari kata-katanya lagi.
Aku bertanya pada diriku sendiri, bertanya dalam hati apakah aku memang tak mampu lepas dari semua kesalahan masa laluku, hidup membawaku untuk jatuh dalam dosa birahi yang terlalu pekat, jatuh dari satu lelaki ke lelaki lainnya, dan saat aku berusaha mencintai hanya untuk satu orang lelakipun, ternyata lelaki itu sama, sama dengan lelaki lain lebih jahat karena memberikan cinta palsu yang terasa begitu nyata untuk-ku.
Aku melirik ke belakang, Ryan yang telah berhenti mengejarku dengan tubuh yang basah dan terlihat kotor, sementara dibelakangnya Cheryl mengejar dan membawakan payung untuk-nya seolah mempertegas hubungan mereka.
Ke tempat Sherly, ya ke tempat Sherly yang sejak kemarin mengajak-ku main ke apartmentnya, Party gila-gilaan yang dijanjikan olehnya, pesta gila yang selama ini selalu aku tolak meski mereka seolah tak pernah lelah menguji keteguhan hati-ku, aku terjatuh satu kali kemarin, aku tak mampu menolaknya saat itu, tapi berbeda kali ini, biarkan aku membunuh diriku sendiri dengan sengaja menjatuhkan diriku ke lembah itu lagi.
Aku tahu aku berdosa, bahkan aku tak mampu mengatakan kejujuran pada Ryan saat ini, tapi aku, aku selalu berharap sosok Ryan adalah sosok yang mampu memaafkan aku, memaafkan aku membantu mengangkatku saat aku terjatuh lagi, lagi dan lagi, seseorang yang selalu memberikan pundaknya untuk-ku, tiap saat aku membutuhkannya, tiap saat aku terlalu lelah untuk menopang tubuhku sendiri,. Hujan semakin deras yang seolah senada dengan kekacauan hatiku saat ini.
Cukup keegoisanku, mungkin memang diriku hanya pantas sendiri, tak ada lagi yang mampu yang memberiku satu sayapnya menopang melewati hariku yang rapuh.
Aku membaur mereka, tawa dan ciuman yang seolah merayakan kebebasanku, yang tengah terjun bebas dalam dunia mereka, membiarkan dosa semakin dalam mengerogoti diriku, memuat diriku kian terjerumus dan kini tak mampu lagi seorang pun membangunkanku dari mimpi buruk ini, tak kubiarkan seorang pun membangunkanku lagi nanti.
Entah berapa sloki minuman keras yang sudah kuminum, hingga yang kusadari sekarang, seseorang yang tengah menciumku, tidur diatas tubuhku dan tangannya yang tengah menyentuh buah dadaku,
“ Ry ?? “ bisik-ku bertanya,
Sementara dia hanya menjawab dengan ciuman lembut di bibirku, terasa agak berbeda dengan ciumannya yang biasa. Tapi aku pun tak menolak ciuman itu. Kubiarkan dia menciumku, tangannya yang terus meremas dadaku.
Ciumannya dengan cara dia menyentuhku sungguh berbeda, sangat berbeda yang membuatku tak percaya kalau ini Ryan, tapi siapa lagi ? siapa lagi kalau bukan dirinya yang mungkin membawaku pulang ke tempatnya, ke tempatnya ??
Kepalaku terasa pusing, dengan tatapan mata yang pudar aku berusaha melihat sekelilingku, asing, semua terasa begitu asing bukan ini bukan tempat Ryan, dimana ini ?? lalu siapa orang ini ?? Kesadaranku kembali utuh seketika itu juga.
Dan benar firasat buruk-ku, Peter tengah berusaha mencumbuku lagi, aku mendorong tubuhnya yang tak lagi mengenakan pakaian sedikitpun!! Kutarik selimut menutupi tubuhku.
“ GILA loe ya!! “ , “ Apa-apaan loe !! “
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar sopan saya segan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.