17 Agustus 2013

Malaikat Tanpa Sayap X:Serigala#3


13651316621502407639
Ilustrasi oleh @ Ferry Prasetyo / Depressed / Dark art creative design

Malaikat Tanpa Sayap:Tepian Hati :Serigala#3
” Jadi gimana ?? Deal ??? ” Tanya rey dari seberang telefon
” Hmmm gimana ya ? berkat doa loe juga Rey.. ” jawab Ryan, sambil mengangkat tinggi-tinggi map yang ada di tangannya,.
” Wah, jadi donk beli mobil nih ?? ” Rey terdengar begitu senang mendengar keberhasilan Ryan kali ini
” Iya, langsung kirim ke kost gw ya mobilnya ” Jawab Ryan mantab sambil tertawa, dia baru saja menyelesaikan penanda tanganan kontrak dengan salah satu taman bermain di daerah puncak, untuk jaminan keselamatan bagi pengunjung sebuah kontrak yang berlaku sampai 5 tahun kedepan, dan jelas mengisi kantung pundi-pundi Ryan sekarang,
” Siap boss, Toyota Rush warna Hitam yang kemarin loe mau kan, gw suru orang kirim dech ke tempat loe, surat-suratnya nyusul dech nanti sekalian gw kerumah loe, harus ada yang ditanda tanganin juga kan.. “
” Yawda, tapi uang mukanya nanti loh ya, tunggu dana cair tanggal 14.. ” Ryan menyanggupi tantangan Rey
” Loe jangan ngmonk soal uang dech sama gw, gw yakin loe pasti bayar yang penting kapan loe pulang ?? harus dipestain nih sama anak-anak kayanya “
” Wah, udah nodong orang maksa beli mobil, nyuru traktir pula gawat nih… ” Ryan tertawa mendengar paksaan dari Rey.
” Hahaha, gw yang traktir dech, perayaan sahabat gw bisa beli mobil pertamanya.. ” Ujar Rey sambil tertawa
” Haha, ga usah gitu lah.. Gw besok pulang Rey hari ini kayaknya masih mau meliburkan diri di sini.. jangan lupa absenin gw ya.. ” Ingat Ryan
” Yawda ok dech, besok bakal ada Toyota Rush di depan kost loe… hahahha ” Rey tertawa sambil menutup telepon, sementara Ryan memasukan ponselnya ke dalam saku kemejanya dan tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di pipinya.
” Selamat ya Ry…. ” Cheryl yang sejak tadi menunggu di depan ruang meeting tempat Ryan menyelesaikan penandatanganan asuransi dengan perusahaan ini memberikan sebuah ciuman kecil di pipi Ryan.
Ryan sendiri terlihat salah tingkah, tak tahu hars melakukan apa.. dia tak bisa menolak saat
Cheryl memaksa ikut dalam penandatanganan ini, dan selama ini Cheryl juga yang mengantarnya pulang pergi dari Jakarta sampai puncak dalam tiap pembicaraan kerjasama ini.
Dia tahu apa yang dia lakukan ini salah, dia pergi dengan kekasih sahabatnya, namun di sisi lain Ryan juga tak mengerti mengapa dia tidak bisa membuat sebuah garis tegas tentang hubungan persahabatan diantara mereka berdua, memisahkan antara persahabatan dengan cinta.
” Kenapa bengong ?? ” Tanya Cheryl
” Ah gapapa koq, masih ga percaya aja, 2 tahun yang lalu penghasilan gw ga sampe seperlima sekarang.. ” kata Ryan sambil berjalan menuju pintu keluar
Cheryl mengejar dan mengengam tangan Ryan sambil tersenyum manis, ” Kan dah aku bilang, aku ini bawa Hoki tau.. ” senyum manis Cheryl
” Hahaha, iya dech.. pulang ke hotel dulu ya.. ganti baju baru kita makan malem, tanggung juga kan jam segini makan ? ” Ajak Ryan sambil membuka pintu mobil Cheryl
” Ok dech, gimana kamu aja aku sih.. ” Ucap Cheryl manja.
” Bagus ga aku pake jaket ini ?? ” Tanya Cheryl sambil mengeluarkan sebuah Jaket dari dalam tas-nya, sebuah jaket dengan hiasan bulu-bulu berwarna coklat gelap, Cheryl memakai jaket itu dan berputar kecil di depan Ryan
Ryan hanya mengangguk kecil, dan lebih sibuk dengan pekerjaanya di laptop yang berada di depannya.
Cheryl tahu Ryan yang sama sekali tak memperhatikan apa yang dikatakannya, menutup laptop itu dan menarik kepala Ryan
” Liat dulu baru jawab, gimana sihhh ” Cubit Cheryl
” Aduhhhh, kan udah di bilang bagus.. sakit tau.. ” Jawab Ryan, sambil kembali membuka layar laptopnya.
” Nah, gitu liat dulu… yawda aku mandi dulu ya.. kerja yang bener sana… ” Cheryl tertawa sambil berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi.
Kamar itu bernuansa natural dengan ornament kayu di setiap sisi dindingnya, nyaris tak ada keramik di dalam kamar itu, sehingga meski udara terasa dingin, ruangan itu masih terasa hangat, di kamar itu Ryan dan Cheryl menginap, dalam satu kamar meski dengan dua bed terpisah.
Ryan menarik nafas panjang, entah dia sedang memahami dirinya sendiri yang berlaku bodoh seperti ini. Dia berusaha menerjemahkan arti perhatian Cheryl padanya sebuah cinta ? atau sebuah perhatian yang berlebih terlalu lebih malah, dan diapun bertanya pada dirinya sendiri
kenapa dia tak mampu menghentikan kesalahan ini sekarang, apa karena dia memiliki rasa yang sama dengan rasa yang dimiliki Cheryl pada dirinya. Mungkin tidak..
Dia masih cukup sadar untuk tidak menghianati sahabatnya sendiri, dan terlebih dia masih sangat sadar ada seseorang yang sangat dicintai olehnya, dia tak bisa meninggalkan perasaan itu, belum mampu meski hampir 2 tahun berlalu saat ini.
Ryan mengeluarkan dompetnya, membuka isi dompet itu dan foto Cheryl yang tengah tersenyum ada di dalamnya, namun bukan foto itu yang ingin dilihat olehnya, dia menarik foto Cheryl keluar dan didalamnya ada sebuah foto, Foto dirinya bersama Jennifer Adrian, wanita yang sangat dicintainya sampai detik ini.
Menghelakan nafasnya, dia memasukan lagi foto Cheryl kedalam dompetnya saat dia mendengar Cheryl yang membuka pintu kamar mandi.
” Mandi gih, gantian… aku dah laper nih.. ” Cheryl membebat handuk di atas kepalanya mengeringkan rambutnya yang basah.
” Iya, nih juga mau mandi koq, makan terus yang dipikirin.. ” Ryan meledek Cheryl
” Salah sendiri, aku ga dikasih makan dari siang… huh ” Cheryl pura-pura merajuk, berharap mendapat perhatian lebih dari Ryan.
Ryan hanya tertawa, menyentuh kepala Cheryl sambil berkata ” makanya bayar sendiri kalau makan ” Dia pun berlalu masuk ke dalam kamar mandi membuka pakaiannya dan memperhatikan bagaimana penampilan dirinya di cermin,
Wajahnya yang terlihat lebih dewasa sekarang, dengan bulu-bulu kejantanan yang mulai tumbuh, meski tubuhnya tak lagi terlatih seperti dulu, dia sudah tak terlalu memperhatikan beasiswa olahraganya, terlibat dalam dunia kerja membuatnya kesulitan membagi waktu, keluar masuk dari tim inti basket universitasnya membuat dia kehilangan beasiswa olahraganya itu, namun dengan penghasilannya sekarang dia mampu membiayai sendiri kuliahnya, dan lagi untuknya saat ini basket lebih sebagai sebuah hobi berbeda dengan Rey yang masih begitu aktif dalam olahraga ini dan menjadi kapten tim.
” Mandi jangan lama-lama udah kelaparan ini ” teriak Cheryl dari luar pintu sambil mengetuk pintu kamar mandi..
” Iya bawel dasar.. ” Ryan terkekeh sambil mengeringkan tubuhnya yang basah dan memakai kaus tangan panjang serta sebuah celana jeans, sesaat dia menata rambutnya sesuatu yang dulu tak pernah dilakukannya karena ketidak perduliannya pada penampilannya dulu, berbeda dengan sekarang saat penampilan menjadi tuntutan pekerjaannya.
Keduanya pun sampai kesebuah tempat makan, suasananya cukup ramai meski hari ini masih jumat malam, beberapa bagian restoran itu terisi penuh, seorang pelayan mengantar Ryan dan Cheryl kesebuah meja untuk berdua yang berdekatan dengan pagar taman, suasana yang cukup romantic dengan udara yang sejuk merupakan kelebihan restoran ini selain susu segar yang merupakan produksi utama dari restoran ini, dan tentu saja Cheryl memesan Tenderloin Steak sebagai makan malamnya dengan juice strawberry segar tanpa es sebagai minumannya, sedangkan Ryan memilih Ribs dan milkshake coklat kesukaannya.
” Cher.. ” ucap Ryan sambil memotong Ribs di depannya..
” Hmm… ” Balas Cheryl sambil mengunyah daging di mulutnya.
” Enak ?? ” Tanya Ryan, sambil tersenyum
Cheryl mengangguk.. ” Kenapa ? Mau coba ?? ” Tanya Cheryl sambil memotong daging dan menyuapinya pada Ryan.
Ryan menggeleng menolak suapan Cheryl.. dia menunjuk mulutnya yang masih penuh.
” Kenapa Ry ?? ” Tanya Cheryl, dia tahu ada yang ingin dikatakan oleh Ryan
” Hmm, ga sih… ” , ” Jujur gw pengen tahu gimana kamu mandang Rey sekarang .. ” Ucap Ryan
” Rey ?? ” Cheryl mengambil Strawberry Juicenya dan meminum Jus itu sedikit..
Dia memainkan rambutnya sesaat berfikir.
Menarik nafas panjang dan menghelanya.. dia menggeleng kemudian.
” Ry, jangan sekarang ya.. aku ga tau harus ngmonk apa.. kamu harusnya bisa nilai gimana perasaan aku ke Rey.. ” Pinta Cheryl
” Ya aku tahu, aku tahu kamu sayang sama dia.. “
Cheryl tak membantah kata-kata itu.. ” Ya, mungkin… tapi kamu juga tahu gimana perasaan aku ke kamu kan ?? ” Tanya Cheryl lagi sambil mengengam erat tangan Ryan.
Ryan diam tak menjawab, sudah berulang kali dan selalu tertahan di titik yang sama, dia tak dapat memaksa Cheryl menghentikan kegilaan ini, pun dia tak mampu menghentikan dirinya untuk tidak bermain api lagi seperti ini, ada sesuatu dari dalam diri Cheryl yang selalu membuatnya nyaman, sesuatu yang tak dimiliki oleh siapapun selain Cheryl dan Jenny.
Ryan menarik nafas panjang,.. ” Gw ke toilet dulu ya.. “
Perlahan dia berjalan melewati lorong dan menuju kamar mandi, berkaca dan berbicara pada dirinya sendiri..
” Ayo Ry, hari ini.. hari ini harus bisa loe akhirin semua ini.. ” Ucapnya berulang-ulang pada dirinya sendiri, sebelum mencuci wajahnya dengan air yang terasa begitu dingin.
Puas mencuci wajahnya berulang, Ryan berjalan keluar sebelum kemudian dia menghentikan langahnya sendiri.
Ya Ryan menghentikan langkahnya, ia hanya mengintip tak percaya, sungguh tak percaya dengan apa yang dilihatnya dari kejauhan ini, dia melihat bagaimana gadis yang sangat dicintainya itu berdiri sendirian, menikmati malam sesaat Jenny mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, Ryan bahkan tak pernah tahu sejak kapan Jenny mulai merokok, ingin rasanya dia mendekat, mengambil rokok itu dari tangan Jenny dan membuangnya
Tapi bukan itu, ada sebuah hasrat lain yang diingikannya, sebuah keinginan untuk melangkah, mendekat memeluk Jenny, menciumnya dan merasakan bagaimana ciuman Jenny di bibirnya lagi, rasa yang telah lama hilang dari dirinya. Degupan kencang yang telah lama tak dirasakannya, cinta yang kembali menyelimuti dirinya. Ryan tahu berapa besar dia mencintai gadis itu, tapi dia juga sadar sekarang belum saat yang tepat untuknya datang dan kembali, dia tak mampu menebak bagaimana Jenny membenci dirinya atas apa yang dia lakukan dulu, sebuah kesalahan yang disengaja dengan hinaan tentang masa lalu Jenny, sungguh apa yang dilakukan olehnya itu hanya sebuah sandiwara dengan harapan Jenny tak lagi mengulangi semua kesalahannya itu, ya dan Ryan berharap semua berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan olehnya.
Seseorang mendekati Jenny,mengambil rokok dari tangannya dan membuangnya, Jenny tak dapat membantah dan menyerahkan kotak rokoknya pada orang itu, ya dia tak dapat melawan orangtuanya sendiri terlebih Ryan tau benar bagaimana Jenny takut terhadap sosok ibunya itu.
Ryan tersenyum kecil, melihat Jennifer yang ternyata datang dengan kedua orangtuanya, sesuatu yang tak pernah mereka lakukan dulu, mengingat hubungan yang sangat kurang antara Jenny dengan kedua orangtuanya, mungkin apa yang telah dilakukannya membuat semuanya menjadi lebih baik, meski berarti akan sangat sulit baginya untuk bisa kembali bersama Jenny.
Ryan berbalik, kembali menuju mejanya dimana Cheryl menunggunya disana.
” Ok Mah, Pah.. hati-hati ya dijalan.. ” Kata Jenny sambil membantu Mamahnya menutup pintu, dia menunduk sedikit mengintip dari jendela mobil melihat kedalam.
” Kamu ati-ati ya, janji pulang hari minggu dan langsung pulang ke rumah.. “
” Iya mah, aku pulang hari minggu, janji.. ” Kata Jenny menjawab Papahnya.
” Yawda Papah dan Mamah pulang dulu ya, kamu langsung ke vila temen kamu dech “
” Iya iya, aku juga mau pulang ke Vila ngantuk nih tadi abis berenang sore.. ” Jawab Jenny sekenanya
Mobil yang dikendarai oleh Papah dan Mamah Jenny itu pun mulai meninggalkan pelataran parkir, sementara Jenny masuk ke dalam mobilnya yang berada tepat di sebelah mobil Papahnya tadi, tak lama diapun meninggalkan tempat itu kembali menuju Vila temannya yang berada cukup pelosok, sebuah vila yang tenang yang menjanjikan ketenangan dan kebebasan.
Mobil-mobil mewah yang terparkir di depan vila itu ditambah suasana yang terdengar sedikit gaduh meski Jenny saat itu masih berada diluar Villa, siapa yang perduli tak ada orang yang tinggal didaerah ini dalam radius 500 meter, jadi segaduh dan seliar apapun pesta yang diadakan tetap terkunci rapat dari perhatian masyarakat di sekitarnya, aroma alcohol yang tercium menandakan betapa liarnya pesta yang tengah diadakan sekelompok anak muda disana.
Villa itu terdiri dari sebuah rumah utama yang dijadikan tempat utama pesta dengan beberapa cottage kecil di sisi sisinya yang menjadi tempat mereka untuk tidur nantinya, Jenny melangkah masuk ke dalam rumah utama tempat pesta itu digelar.
” Dari mana aja cantik ? ” tanya seorang lelaki setengah mabuk sambil memeluk Jenny
Jenny tersenyum kecil, mengambil rokok dari saku lelaki itu dan mendorongnya, dengan santai dia berjalan masuk menuju sofa dan duduk sambil menyalakan rokok di tangannya itu.
Disudut lain villa itu, Peter yang menyadari kehadiran Jenny tak sedetikpun melepaskan pandangannya pada sosok Jenny, sementara Vina yang berada tak jauh darinya tengah asyik dalam pelukan dua orang lelaki yang tengah memaksanya meminum minuman keras.
Vina terlihat begitu menikmati pesta itu, entah berapa banyak alcohol yang telah di teguknya, tapi tak terlihat sedikitpun tanda-tanda mabuk darinya, dia masih dengan mudahnya berpindah dari satu pelukan laki-laki ke pelukan laki-laki lainnya, bercengkrama memberikan flirting yang memancing birahi lelaki yang tengah dirayunya, sebelum dengan mudahnya dia membuat lelaki itu mati kutu dengan penolakannya yang tegas, ya sekali lagi dengan seksual appealnya yang begitu luar biasa, Vina bisa mendapatkan lelaki manapun yang diinginkannya dan mencampakan mereka semudah itu juga.
” Hai Jenn… ” Karen membawakan segelas cocktail dan mentoastkannya pada Jenny, tak bisa menolak Jenny pun meminum cocktail yang dibawakan oleh Karen.
” Baru datang ?? ” Tanya Jenny pada Karen setengah berteriak beradu dengan kencangnya suara soundsystem.
” Tadi sore, waktu gw datang loe lagi keluar katanya, gw tidur bareng loe kayaknya.. gapapa kan ?? ” tanya Karen
Jenny memberikan tanda OK dengan jemarinya, ” Iya loe tidur sama gw aja, males gw tidur sama yang lain, jadi pemotretan kemaren ?? “
” Jadi koq, thanks ya loe dah omongin ke bokap loe buat perpanjang kontrak gw di perusahaan loe “
” Ga koq, gw ga ngmonk apa-apa, memang bokap gw yang puas dengan penjualan produk yang loe endorse ” Jawab Jenny
” Hahaha, ya tetep aja thanks loh.. ” , ” Eh loe liat mainan baru Peter.. ” Tunjuk Karen pada Vina
” Emank kenapa ? Vina ya kalo ga salah namanya.. cantik ” Celetuk Jenny sambil meneguk lagi cocktail di tangannya
” Hah, loe mungkin ga tau soalnya ga kuliah di tempat kita, kali ini Peter pasti kena batunya.. ” Jawab Karen sambil tertawa puas.
” Kena batunya gimana ? Orang kaya Peter gitu.. ” Ucap Jenny tak percaya ada orang yang lebih busuk dari pada Peter di dunia ini.
” Ya, liat aja nanti gw berani bertaruh kalau Peter bakal bertekuk lutut di depan cewe itu.. ” Ucap Karen mantab
” Loe tuh ya, kalau ngmonkin Peter dendam banget, ada apa sih loe benernya ama dia.. ” selidik Jenny sambil tertawa panjang
” Hmmm ” Karen terdiam sesaat sebelum tertawa panjang ” Ada aja.. hehehehe ” Karen tertawa penuh rahasia.
Sementara Peter menarik Vina dari pelukan salah satu lelaki dan memeluknya dengan erat, dari posisi itu dia tahu Jennifer dan Karen dapat melihat apa dilakukannya terhadap Vina dengan jelas, jelas Peter yang sangat terobsesi atas sosok Jennifer ingin menunjukan ke superioritasannya, ya dengan memperlihatkan bahwa dia mampu memiliki wanita secantik Vina.
Peter memaksa mencium Vina, setengah menolak Vina berusaha seminimal mungkin bagaimana bibir Peter menyentuh bibirnya, sama sekali dia tak membalas ciuman itu, Peter sekali lagi mencoba dan Vina tetap menolaknya, Gusar dia pun membawa Vina keluar dia menyeret wanita itu masuk ke dalam Villa yang diperuntukan untuk mereka berdua.
” Apa-apaan sih ?? ” Maki Vina melihat perlakuan Peter yang kasar, Vina sebenarnya tahu apa yang diinginkan oleh buaya ini.
” Kenapa sih ?? ” , ” Kenapa loe nolak gw tadi ? di depan orang banyak lagi ?? ” , ” Mau cari yang lebih kaya dari gw ? ” , ” Kurang apa yang gw kasih ke loe selama ini ?? ” Maki Peter, marah karena harga dirinya tercoreng di depan umum tadi, dia tahu berapa banyak orang yang melihat bagaimana Vina menolak ciuman darinya tadi.
” Kamu tuh !! ” Vina berpura-pura marah, dia menampar Peter
” Gila berani banget loe nampar gw.. !! ” Peter yang kalap menerkam Vina yang menjerit ketakutan, dia meronta sebisanya berusaha menghindari Peter yang berusaha menguasai dirinya, tangan Peter yang merengangkan tangan Vina, dan wajahnya yang berada tepat di depan wajah Vina berusaha menciumi gadis cantik itu.
” Pet.. tolong Pet jangan begini… ” Vina menangis panic, dia menendang Peter dan melempar barang yang ada di dekatnya..
Peter tertahan sesaat, dia menatap Vina yang tengah menangis ketakutan menyelimuti dirinya dengan selimut sebagai pertahananya yang terakhir.. air mata mengalir dari pelupuk mata gadis itu, Peter melihat bagaimana dia begitu menakuti wanita itu, dia sadar dia masih membutuhkan wanita ini sekarang, belum saatnya dia bertindak kasar.
” Sory Vin.. ” Peter duduk di atas kasur yang berantakan, ” Gw mabuk.. “
Vina diam tak menjawab. Dia mengigil ketakutan
Peter berjalan mendekati Vina yang meringkuk ketakutan.. dia berusaha memeluk Vina
” Jangan Pet.. ” Vina berucap dengan nada yang bergetar..
Peter tertahan.. dia mengurungkan tangannya yang hendak memeluk Vina, wajahnya terlihat begitu menyesali apa yang terjadi, dia diam tak bergerak.. beberapa menit tak ada kata yang terucap dari mereka berdua.
Vina mengalah, dia mendekati Peter..
” Jangan gini lagi ya.. ” Pintanya dengan nada suara yang masih ketakutan
Peter mengangguk..
Vina memeluk Peter, dan mencium kecil bibir lelaki itu sebelum kembali memeluk erat Peter.. Senyum kemenangan terpancar dari keduanya, sepasang senyuman yang tak disadari oleh keduanya..
Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar sopan saya segan.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.