Atau harus kuhunuskan pedang ke dadanya?
Agar ia pergi menghilang tanpa makna
Dan aku bisa kembali meninggi hati
Yang tak seorangpun bisa mengerti
Kalau ia bisa kuacuhkan
Seperti bulan yang dianaktirikan
Oleh matahari tak berperasaan
Aku jengah
Pada rasa ini tak bertengah
Tak dapat kupisah
Terkutuk....
Aku mengutuk!
Bahkan langit hitam saja sudah tak sudi lagi peduli
Pada aku ini yang semakin tak tau diri
Selalu berharap ia peduli
Akan aku yang selalu mengasihani diri sendiri
Tanpa pernah mau tau,
Ia berdarah disana
Setelah kutikam ia dengan bilah kemarahan
Atas apa yang telah ia lakukan
Mengoyak lebar bekas lukaku
Yang masih meradang dan beku
Tanpa setitikpun pernah sembuh
Karena aku cukup lelah
Untuk menengadah
Dan mengecap arti yang sesungguhnya
Bahwa ia hanyalah sebagian dari sakit
Yang memilukan atas kenyataan
Tak pernah sedikitpun ia larut
Dengan apa aku terlarut
Ia mungkin hanya pengganti
Yang dikirim Tuhan untuk ingatkanku akan sesal
Tanpa pernah ada ujung pangkal
Apa aku harus terus berdoa?
Dalam hati agar ia sudi berlari
Ke tempat dimana aku berdiri
Yang dipenuhi semak belukar dan duri
Atau aku harus berhenti di persimpangan?
Dan kembali hanya dengan modal kenangan
Dan sejuta penyesalan
Kemana hati ini harus kubawa pergi?
Atau dirinya saja yang kutikam mati?
Agar ia menghilang dan bayangnya tak pernah kembali.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar sopan saya segan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.