~ FERRY PRASETYO ~
About My Self
Unknown
Lihat profil lengkapku
27 Juli 2013
Malaikat Tanpa Sayap VII - Tepian Hati
Moses Bandwith - Karma
Gelap adalah sahabatku
Pijar matahari yang selalu kuhindari
Berteman semu dalam belaian lembut rembulan
Biar mimpi indah menemani mimpiku
Saat aku dapat, aku dapat merasakan belaian lembutmu
Senyuman terbuai kesemuan
Cahaya cinta yang bersinar meski malam datang menutupinya
Aku disini
Tetap disini, di Tepian Hati
Menunggu akhir waktu, saat senyuman itu kembali untukku
Malaikat Tanpa Sayap-Tepian Hati-
gambar oleh ferry prasetyo/the princess/darkartcreativedesign2013
Link Novel
Entah sejak kapan, aku menjalani kehidupan dengan menjadi pengecut seperti ini, ya pengecut aku hanya menghindari siang, menghindari malam, takut untuk berada dimana kita pernah berada dalam kenangan itu, setiap tempat yang pernah kita tempati berdua, kuhindari semua itu berhenti karena takut akan kenyataan saat berada di tempat itu aku berdiri, sendiri hanya sendiri.
Ya sekarang, aku Feryant Chester menjalani hidupku sebagai seorang pengecut, menghindari setiap detik, menghindari setiap menit saat aku, pikiranku terjebak oleh senyuman dalam bayanganku, senyuman Jennifer Adrian yang seolah menyandera hatiku, sebuah cinta yang tak mampu aku gengam, satu cinta utuh yang tak bisa kami miliki. Saat ini .
Aku hanya aku tak bisa membiarkan semua ini, membiarkan dia pergi menghindari hidupku, aku tak mampu kehilangan dia, sungguh tapi untuk saat ini aku harus, aku tak bisa membiarkannya menderita bersamaku, kami tak sama untuk saat ini, kepercayaan diriku atas pemikiran itu membuatku mengambil garis tegas baru dalam hidupku, tikungan tajam yang aku percaya mampu mendekatkan perbedaan diantara kami.
Aku bukan lagi Febryant seorang barista, revolusi hidup yang membuatku berubah pekerjaan sebagai barista mungkin membuat aku mampu hidup layak, hidup layak sendirian, tanpa masa depan, tanpa jenjang karier yang jelas, aku terpaku hanya kebanggaan dimana aku adalah mahasiswa yang mampu membiayai hidupku sendiri, membiayai kuliahku sendiri dengan beasiswa, ya terbuai dengan kebanggaan yang sebenarnya sangat biasa.
Ya berpindah pekerjaan sebagai agent asuransi memang sangat berat, sungguh berat tanpa penghasilan di dua bulan pertama karena aku sama sekali tidak menginginkan bantuan dari siapapun terutama Rey dan Cheryl yang langsung berusaha memindahkan asuransinya ke tempat aku bekerja, tidak tanggung-tanggung dia ingin memindahkan seluruh keluarganya, tapi itu masa lalu, semua kerikil tajam yang aku rasakan, penolakan makian dan senyuman sinis dari orang-orang yang menertawai apa yang aku kerjakan saat ini mulai berubah, berganti dengan jabatan tangan saat seseorang setuju dengan asuransi yang aku tawarkan.
Butuh waktu, tidak mudah memang saat kita harus mempelajari karakteristik konsumen, mempelajari kelebihan dan kekurangan produk kita, bukan dengan kata-kata manis kita bisa mendapatkan konsumen kita, tapi dengan kata-kata logis yang menjawab kebutuhannya baru produk asuransi ini terjual.
Hidup lebih baik, ya hidup lebih baik, mungkin untuk 3-4 juta sudah menjadi pendapatan tetapku sekarang jauh lebih besar 2 kali lipat dibanding penghasilanku terus, dan semakin keras aku berusaha maka aku akan mendapatkan penghasilan yang lebih besar, tapi itu tak merubah apapun saat ini, berada di kost baru, yang kubuat sama persis dengan kost lama-ku, meja di dekat jendela, kasur di belakangnya, dengan sebuah meja kecil di ujung sana, lemari disisi sebaliknya dan TV kecil di dekat lemari itu, poster-poster yang kuletakan sama persis dengan tempat aku tinggal dulu, kamar yang begitu menyimpan kenangan buatku.
Ya Rey tidak setuju memang, seolah aku hanya membohongi diriku untuk berpindah tempat kost tapi menyimpan kenangan lama kembali disini. Sebuah kebohongan untuk menutupi kenyataan masa lalu.
Dan hanya dua hal yang berbeda dalam ruangan ini, yang pertama sebuah AC di sudut atas ruangan dan sebuah Laptop yang membantu pekerjaan-ku sekarang, ya sebuah laptop yang juga memberikanku akses pada Jenny, melihat dia melalui jejaring sosial media.
Aku menunggu, menunggu saat ini saat dia memeluk seseorang.. aku tahu yang aku rasakan sakit.
Sungguh jantungku yang berdebar kencang saat ini, aku mengambil kunci motor-ku, meski hujan mulai turun, aku mengganti bajuku, kuambil jaket yang kugantung di balik pintu kamar kostku itu.
“ Kemana Ry ?? “ tanya sebuah suara, Cheryl yang terbangun sambil mengusap matanya mengantuk
“ Mau keluar sebentar, tidur lagi aja Cher “ aku tersenyum membalasnya
“ Hujan loh, “ Protesnya, yang kubalas lagi-lagi dengan senyuman
Ya aku membawa motorku membelah hujan yang mulai turun rintik, aku tahu pasti kemana aku harus pergi, dan berhenti tak jauh dari tempat itu, aku berjalan mengendap. Ya ke tempat kost lama-ku, sesuai yang kuduga, meski aku hanya bisa melihatnya dari jauh, aku hanya bisa melihatnya dalam jarak 20 meter yang terlalu jauh untukku, 30 langkah mungkin hanya 30 langkah paling banyak aku bisa memeluknya, memeluk Jenny yang tengah duduk di depan sebuah kamar, kamar kost yang terkunci, kost lamaku.
Dia duduk disana sendirian, memangku tangan di pahanya sementara wajahnya menatap kosong pada hujan yang turun, dia tak pernah lupa untuk datang tiap hujan datang, memandangi kosong hujan ini, entah berapa lama, kami berdiam disini, hujan yang makin deras turun, air mata yang membohongi wajahku, menetes bersama dalam butiran hujan, air mata yang sama yang menetes di wajah Jenny sekarang, ya aku tahu dari bahasa tubuhnya dia mulai menangis.
Sebuah mobil melintas dari belakang-ku, sebuah mobil sedan yang cukup mewah. Dari dalamnya keluar seorang pria, pria yang sama dengan di photo Jenny tadi, tingginya hampir setinggi aku, wajahnya pun agak kebarat-baratan dengan rambut pirang yang dipotongnya pendek, lelaki yang mungkin saat ini mengisi hari-hari gadis yang kucintai ini. Gadis yang akan kusakiti segera..
Dia mengambil payung dan berdiri di depan Jenny sekarang, dia duduk di sebelahnya, Jenny memeluknya manja, menjatuhkan wajahnya di pria itu menangis dalam pelukannya, pria itu dengan sabar menepuk punggung Jenny, kulihat wajah lelaki itu, senyumannya yang memeluk Jenny terlihat tulus, lelaki ini baik, aku tahu dan mungkin dia mampu membuat Jenny lebih baik ? mungkin… mungkin aku harus melepaskan Jenny ?? haruskah ? bisakah aku melihatnya dengan lelaki lain yang lebih baik dariku?
Lelaki itu, wajahnya terlihat familiar untuk-ku apa aku pernah bertemu lelaki itu sebelumnya ?
Aku tak yakin tapi sungguh penasaran dengannya, aku ya aku pasti pernah melihatnya? Dimana ? di kampus? Atau di suatu tempat lain ?
Tak lama lelaki itu membawa Jenny pergi, dengan mobilnya entah mereka kemana membiarkan mobil Jenny tetap terparkir di depan kostku, aku berjalan mendekat setelah mobil itu mulai beranjak pergi, kudekati mobil itu, mobil yang menyimpan kenangan kami, kulihat sebuah boneka bantal yang kubelikan untuknya masih tersimpan di dalam mobil, di sebelah jok supir seolah Jenny mengatakan bahwa aku masih berada di sampingnya saat dia mengendarai mobil-ku.
Aku berjalan masuk, duduk di kursi dimana Jenny duduk dulu, aku duduk diposisi yang sama dengannya tadi, menatap hujan yang turun, pemandangan yang sama yang di lihatnya tadi, pemandangan yang sama yang kami liat tiap kali hujan turun.
Entah berapa lama aku duduk disini, aku harus kembali sekarang sebelum mereka berdua kembali.
##
“ Tuh kan, kamu tuh ujan-ujanan terus.. “ Cheryl tampak cemberut melihatku datang dalam keadaan basah.
Dia memberikanku handuk dan membantuku mengeringkan rambutku yang basah, aku hanya tersenyum karena kebaikannya itu.
“ Masuk dulu ke kamar mandi sana, mandi dulu biar ga sakit “ gerutunya
“ Iya bawel, hehehe “ aku mengambil baju ganti dari dalam lemari dan masuk ke kamar mandi membersihkan sisa-sisa hujan yang membasahi-ku tadi.
“ Minum obat dulu, makan mie aja ya “ kata Cheryl sesaat setelah aku keluar dari kamar mandi.
“ Repot banget, makasih ya Cher “ kataku sambil mengeringkan rambutku dengan handuk.
“ Sini sini, duduk sini makan dulu, “ Cheryl menarik-ku yang bahkan belum mengenakan baju ganti, duduk di sampingnya di depan kompor elektrik tempat dia memasak mie untuk-ku tadi, indomie kuah dengan telur setengah matang diatasnya, tanpa bawang goreng.
Ini yang berbeda dengan Jenny, Cheryl selalu memperhatikan tiap detail yang kubutuhkan, ah gila, aku malah mulai membandingkan seseorang yang pernah mengisi hatiku, dengan seorang temanku.
“ Rey kapan dateng? Kamu ga bawa mobil kan, tunggu Rey jemput aja ya .. “ tanyaku sambil mulai mengunyah mie yang dibuatkannya, sementara Cheryl tampak sibuk dengan laptopku membuka situs jejaring sosialnya.
“ Bentar lagi mungkin, “ katanya sambil masih asyik dengan jejaring sosialnya, “ loe kenal sama cowo ini ? “ tanya Cheryl, aku mengintipnya sejenak,
“ Ini anak kampus kita, satu angkatan sama kita, dan aktif di sepakbola kampus katanya pernah sekolah di Inggris sampai SMA, ikut orangtuanya “ , “ Yang paling penting mungkin dia pacara Jenny sekarang “ Kata Cheryl menutup kalimatnya.
Victory Arden, aku mengintip namanya, ya orang yang sama yang memeluk Jenny tadi. Tidak salah.
Aku mencoba menghabiskan indomie yang disiapkan oleh Cheryl, sementara pikiranku melayang entah kemana, berfikir mengukur apa yang harus aku lakukan, melakukan semua sesuai rencanaku, atau ??
Aku meminum obat yang disiapkan oleh Cheryl tadi, dan menjatuhkan tubuhku ke atas ranjang, Cheryl banyak bercerita meski aku tak yakin dengan apa yang kudengar, bahkan saat Rey datang menjemput Cheryl pun aku tak sadar apa yang diingatkan oleh Rey, aku mengambil ponselku, menatap layar yang kosong. Mencoba menetapkan hatiku sebelum kulakukan semua ini.
Aku diam, sebelum kunyalakan ponsel lama ku itu dan menelepon mama Jenny, aku harus memastikan satu hal lagi sebelum membuat keputusan.
##
Aku mengintip dari jendela mobil Rey, jam sudah menunjukan jam 4 pagi dan aku bersembunyi di depan sebuah diskotiq berdasarkan informasi dari Mama Jenny yang melihat historis dari credit cardnya, BAR yang menjadi langganannya beberapa bulan terakhir.
Ada dua hal yang harus aku pastikan, dan sudah satu minggu ini aku berusaha memastikan hal ini.
Tak lama, seseorang keluar dari dalam mobil. Memeluk Jenny yang tengah mabuk dalam pelukan teman-temannya yang sama-sama mabuk. Dia memapahnya pelan, aku tahu lelaki itu tidak ikut larut bersama teman-temannya, atau setidaknya tidak mabuk-mabukan seperti mereka, dan lelaki itu Vic, Victory Arden. Selama satu minggu ini dia menemani kegilaan Jenny dan mungkin saat ini aku memantapkan hatiku. Ya aku harus melakukan semuanya.
Aku pulang ke kost-ku, duduk di atas kursi di depan meja belajarku, kulihat foto aku dan Jenny yang masih terpajang diatas meja belajarku. Ku ambil secarik kertas dari file-ku, kutulis satu persatu kata-kta bernada mengancam, kata-kata yang menyakiti Jenny, kata-kata yang membongkar semua kejelekannya.
Aku tahu dengan begini aku akan terlihat seperti seorang freak yang melakukan sesuatu saat kehilangan seseorang.
Aku sadar dengan apa yang kulakukan, tapi seseorang dengan kemampuan terbatas, seseorang yang keberadaanya akan segera terhapus oleh lelaki lain, seseorang yang tak mampu melindungi orang yang disayanginya, hanya ini, hanya ini yang bisa aku lakukan, sesuatu dengan kemungkinan tertinggi untuk berhasil.
Kemungkinan untuk membuatnya tak lagi mampu melakukan ini semua, melakukan kegilaanya asal dia mendapatkan lelaki yang tepat bersamanya, ya meski dengan begitu aku akan kehilangan dia, aku? Ya sungguh aku tak rela bila harus kehilangan Jenny.. sungguh tak rela.
Tapi apa yang bisa kulakukan sekarang.. entah berapa banyak kertas yang aku tulis, kupindahkan salinan ke dalam ponselku, kumasukan nomor penerima sms itu, ya nomor Jenny. Kusimpan ke dalam draft sms tadi, ada 8 buah yang kusimpan, kutunggu pagi datang sebelum kukirim SMS itu, aku aku yang terlalu takut kalau Jenny membalas SMS ku, takut kalau dia menghubungiku, ya aku takut dan aku menjadi pecundang sekarang.
##
Aku menyiapkan sepatu lariku, 4 hari setelah aku mengirim rutin SMS ku untuk Jenny tiap harinya. Di jogging Track kampus sementara beberapa orang tengah berlari mengelilingi lapangan, aku biasa melakukan ini setiap sore terlebih saat pikiranku kacau seperti ini. Orang-orang yang tengah berlari sebagian berkelompok sementara ada beberapa orang yang berlari sambil menghitung waktunya sendiri, aku menyalakan headsetku dan mulai berlari pelan.
Entah sudah berapa putaran dan aku mulai berkeringat sekarang, tapi pikiranku masih tetap kacau, entah melayang kemana hingga dua orang berlari di sebelahku, aku meliriknya acuh, sementara salah satunya menepuk pundak-ku, aku melirik dan melepas headsetku.
“ Gw Edison, ini sebelah gw Jack namanya, kita anggota baru klub. “ katanya dengan senyuman ramah,
Aku tersenyum membalas jabatan tangannya ? anak basket baru mungkin ? karena angkatan baru sudah masuk seminggu ini.
“ Asal mana ?? “ Tanyaku,
“ Semarang, sama dia juga asal mana ka ? “ Tanyanya sopan
“ Dari Riau, tapi udah lama di Jakarta sih mulai SMA “ Jawabku, “ Sprint Yuk !! “ ajak-ku
Keduanya mengejarku yang mulai melangkah lebih cepat, keduanya cukup atletis dan memiliki postur tubuh yang bagus, mereka tidak kesulitan mengimbangi langkah lariku. Sesaat kamipun berhenti dan memutuskan istirahat.
“ Hebat juga ya kalian, biasa main di posisi apa ? “ tanyaku sambil mengambil botol airku dan meminumnya
“ Gw back kiri sayap, dia pemain tengah sih “ Jawab Jack dengan santai, dibanding Edison, Jack terlihat lebih acuh dan dingin. Tapi kenapa mereka malah menyebut posisi pemain sepak bola.
Belum aku bertanya lebih jauh, karena mungkin mereka salah orang, seseorang menarik rambutku keras, memaksaku berdiri. Sementara Edi langsung berdiri dan berusaha melerai, kulihat lelaki itu Victory Arden yang berdiri di depanku sekarang.
“ Loe, Loe yang namanya Ryan ?? “ Tanya-nya dengan nada keras, tanpa menunggu jawabanku dia langsung memukul wajahku.
Aku terjatuh oleh satu pukulannya, sebelum kemudian aku langsung bangkit dan membalas pukulannya.
“ Iya, kenapa ada urusan apa loe sama gw ? Victory “ tanya-ku
Dia bangkit berdiri dan membalas pukulanku, kali ini aku berhasil menghindar dan balas memukulnya, dia menahan pukulanku itu dan menendangku, tendangannya masuk ke perutku namun tak cukup membuatku terjatuh, aku mendorongnya jatuh, dan menindihnya, memukul wajahnya dua kali sebelum dia membalikan tubuhku dan balas memukul-ku.
Edison dan Jack yang mulai menguasai keadaan segera melerai kami berdua.
“ Stop-stop.. “ Bentak Jack tak kalah garang.
Sementara Edison sibuk memegangiku dari belakang.
“ Loe tau Jenny ?? Loe tau dia nangis nangis terus gara-gara loe ? itu yang loe bilang cinta ? “ Bentaknya
“ Loe ga tau apa-apa dan urusan ini urusan gw sama dia, loe ga usah ikut campur !! “ Aku tak mau kalah
“ Ga ikut campur, gw, gw yang jadi tempat pelarian dia. Crazy bastard !! “ , “ Loe tau sekarang dia nangis di tempat gw, gw baca semua sms loe, gw baca semua dan loe kira itu hebat ? “
“ Ya, hebat loe dah baca kan SMS gw ? SO ? apa loe mau bilang,klo apa yang gw bilang itu mengada-ngada ?? apa yang gw bilang itu cuma fitnah ? sadar Vic, gw justru memperingatin loe dengan kelakuan dia ! “ aku membentaknya
“ Apa yang dia lakuin, itu urusan gw ma dia, urusan gw dan bukan lagi urusan loe, loe harus inget loe tuh cuma mantannya, cuma MANTAN “ Dia sengaja menekan kata itu.
“ So apa gw salah ?? apa gw salah dengan semua intimidasi yang gw lakuin ?? “ aku berusaha menampilkan wajah setolol mungkin, karena aku sangat menyadari bahwa yang aku lakukan itu salah.
“ Hebat banget loe ?? hebat banget ya sampe bisa ngmonk kayak gini. “ . “ Gw kasih tau satu hal, jangan pernah loe sentuh Jenny lagi, hubungin dia, sms dia atau gw akan ngelakuin hal yang lebih dari hari ini “ Ancamnya.
Aku hanya mengangguk sambil bertepuk tangan, Vic pergi meninggalkan kami bertiga, dia masih terlihat sangat marah, ya wajar saat seorang lelaki tahu bahwa orang yang dicintainya tengah disakiti, pasti dia tak bisa membiarkan itu terjadi.
“ Jadi, nama loe bukan Victory ? dan yang tadi itu yang namanya Victory ?? “ Tanya Edison dengan mimic tolol.
Aku membersihkan pelipisku yang berdarah, sementara Jack mengambilkan tempat airku untuk berkumur.
“ Iya, kenapa ?? Nama Gw Febryant Chester vice Captain tim basket “ jawab-ku
“ Tuh, gw bilang juga loe tanya dulu, main samber aja sih tadi “ Jack tampak menggerutu
“ Mana gw tau Jack, berapa banyak sih orang dengan tampang bule di kampus, apalagi dibilang di Jogging Track gini, loe liat yang laen, tampangnya cina semua kaya kita, kalo gay a tampang Indonesia “ Dua orang ini seperti sedang melawak di depanku.
“ Tapi kayaknya gw pernah ngeliat loe dech, kalau ga salah dipanti pijet beberapa bulan yang lalu. “ , “ Bener kan ? Yang berantem waktu itu sama orang “ Tanya Edison
Aku mengangguk mengiyakan itu waktu aku menghajar Peter disana, tapi apa mereka ada disana juga ?
“ Yawda gw tinggal ya, loe juga salah orang kan.. “ Kataku sambil membereskan barang bawaanku.
“ Ga koq, gapapa, kita juga jadi ganggu lari loe “ jawab Jack, “ Oh iya, buat apa rebutin cewe sih ?? “ lanjutnya
Aku hanya tersenyum, sambil menepuk pundak nya, dan berjalan pergi.
##
Ya dan sekarang aku harus lebih kejam, aku kembali mengirimkan SMS yang lebih profokatif, aku seperti orang gila, tak mampu membedakan benar dan salah dari yang kulakukan saat ini. Aku menjadi seorang iblis, hingga akhirnya. Nomor Jenny tidak lagi aktif, dan ya selesai semua yang bisa aku lakukan untuknya.
Aku tertawa sambil menangis.. hampir gila oleh ketololan yang aku lakukan, aku mulai ragu apakah benar dengan apa yang kulakukan saat ini, mungkin ya mungkin tidak, hanya waktu.. hanya kenyataan yang bisa menjawabnya nanti.
Aku bersiap berkemas, membawa semua perlengkapan basketku kedalam tas, sementara aku menyiapkan juga kemeja dan sepatu yang akan kupakai ke kantor hari ini.
##
Aku melihat SMS di ponselku, dari nomor yang aku kenal
Tapi aku tahu siapa yang mengirimkan pesan pendek ini, sebuah ancaman untuk menunggunya setelah selesai latihan hari ini, di ruangan ini. Aku tersenyum cepat atau lambat ini akan aku hadapi pasti, aku memasukan lagi ponselku ke dalam tas dan melanjutkan latihan, sambil meminta izin untuk melakukan latihan tambahan pada coach sendirian hari ini. Dia mengiyakan karena menurutnya aku harus memperbaiki shoot lemparan bebasku.
Dan saat semua sudah pulang, aku melakukan latihan singkat sesaat, melempar satu persatu bola yang kusiapkan ke dalam keranjang, ya 3 dari 5 rata-ratanya, cukup baik sebenarnya, tapi aku lebih konsen terhadap seseorang yang tengah membuka pintu GOR, aku tahu siapa yang datang, wajahnya tampak begitu emosional. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya. Aku hanya tersenyum.
Sementara dia langsung berlari dan memukulku jatuh.Dia memukulku berulang-ulang di GOR Basket yang sudah kosong ini, aku membalasnya, membalas tiap pukulan dan pukulan yang di berikan olehnya, pelipis kami sama-sama berdarah, kedua tanganku pun sudah terasa sakit karena saling memukul berulang-ulang.
Cacian dan makian diantara kami berdua memenuhi ruangan itu, dan aku menariknya ke dekatku, kukumpulkan seluruh tenagaku dan memukulkannya pada wajah Vic, dia terjatuh dan aku pun terjatuh disebelahnya, seluruh tenagaku habis terkuras, kurasa dia pun demikian.
“ Loe sayang sama Jenny ? “ Tanya-nya
“ Iya.. “ jawabku. “ Untuk hal ini, rasa sayang gw ga akan kalah, ga akan kalh oleh siapapun “
Dia tertawa..
“ Dia juga begitu, sayangnya, rasa sayangnya ke loe ga akan pernah bisa digantikan oleh siapapun “
Aku menatap langit-langit yang terlihat begitu tinggi.
“ Yang loe lakuin itu beresiko, sangat beresiko.. “ Lanjutnya
“ Gw tau, gw sadar.. “ kataku, aku sangat menyadari apa yang aku lakukan, entah aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan.
“ Ya kita cuma bisa berdoa, Jenny bisa nemuin jalan yang tepat buat dia.. sesuai apa yang loe mau “
Aku bangun dari tidurku, menatap Vic yang masih tertidur.
“ Loe ga pacaran sama dia ? “ Tanyaku binggung.
“ Ga, dia ga pernah mau pacaran sama gw, masih ada loe di otak dia.. “ , “ Dan gw rasa, gw ga bisa nerima dia apa adanya.. “
Aku tersenyum “ Dia orang yang baik.. “
“ Gw tau Ry, tapi gw bukan orang yang tepat buat dia, cuma itu aja masalahnya “ kami berdua tertawa, ya memang kami berdua bukan orang yang tepat untuk Jenny saat ini mungkin, tapi pikiranku tengah melayang lebih jauh lagi, aku melakukan semua ini karena aku berfikir Vic bisa menjadi orang yang tepat buat Jenny tapi kalau keadaannya seperti sekarang ? apa yang akan terjadi ?.
Sementara kujatuhkan lagi tubuhku ke atas lantai kayu Vic tertawa di sebelahku yang kubalas dengan tawa.
###
It’s a long long journey
Till I know where I’m supposed to be
It’s a long long journey
And I don’t know if I can believe
When shadows fall and block my eyes
I am lost and know that I must hide
It’s a long long journey
Till I find my way home to you
Many days I’ve spent
Drifting on through empty shores
Wondering what’s my purpose
Wondering how to make me strong
I know I will falter I know I will cry
I know you’ll be standing by my side
It’s a long long journey
And I need to be close to you
Sometimes it feels no one understands
I don’t even know why
I do the things I do
When pride builds me up till I can’t see my soul
Will you break down these walls and pull me through
Cause It’s a long long journey
Till I feel that I am worth the price
You paid for me on calvary
Beneath those stormy skies
When satan mocks and friends turn to foes
It feels like everything is out to make me lose control
Coz It’s a long long journey
Till I find my way home to you.. Ohh.. to you..
Hujan, ya hujan yang turun di sore hari.. entah mungkin selama 5 bulan ini aku terus kembali dan kembali ke tempat ini, aku tak pernah bisa beranjak pergi masih, masih sangat mencintainya.
Aku tahu mungkin saat ini, di tengah hujan yang turun , entah dimana , di kost barunya ? atau di rumah Cheryl mungkin, mereka sedang asyik dengan diri mereka sendiri, mungkin Ryan sedang menciumnya, memeluknya ya seperti yang biasa dilakukan olehnya dulu.
Sakit ya sakit setiap kali aku membayangkan itu semua, entah aku harus marah, kecewa , menangis karena semua ini, dengan jelas dia menunjukan bahwa dia lebih memilih Cheryl dibanding aku, tapi aku, aku punya sejuta alasan untuk memaafkannya, punya ribuan alasan untuk kembali mencintainya. Aku buta karena cinta ini, disaat aku percaya ada cinta, disaat itu juga aku harus kehilangannya. Aku tak menyerah, masih ada rasa itu dalam hatiku, seperti yang aku bilang, aku punya sejuta maaf untuk Ryan, aku punya ribuan alasan untuk kembali mencintainya.
Yang aku rasakan, ya kecewa aku selalu kembali ke tempat ini, di depan kamarnya dulu, meski sehari hanya sehari setelah dia memutuskan ikatan cinta ini, tak ada dia di kamarnya, dia pergi entah kemana, keluar dari kost ini begitu saja, aku tetap menunggunya disini, bukan bukan hanya disini.
Aku tetap ke tempat kerjanya dulu, aku tetap pergi ke tempat-tempat yang penuh dengan kenangan kami dulu, bodoh ya ? ya memang bodoh.. aku tahu aku tersenyum saat ini mentertawakan diriku sendiri, tapi hanya dengan cara ini, dengan cara ini aku tahu aku bisa merasakan kehadirannya.
Seperti saat ini, aku bisa merasakan dia menatapku dari kejauhan, entah dimana aku tak mau mengejarnya, aku hanya takut bila aku mencarinya, maka rasa ini, rasa kehadirannya akan menghilang selamanya. Aku tak bisa aku tak bisa kehilangannya.. sungguh..
5 bulan, 5 bulan ya Tuhan, aku sudah menunggunya selama ini.
Aku tak perduli dengan cibiran teman-temanku, hinaan mereka yang selalu berkata, aku masih punya banyak laki-laki lain yang bahkan rela melakukan segalanya buatku, tidak cukup, mungkin aku seperti anak kecil yang hanya menginginkan satu dan tetap ingin satu itu saja. Ya aku memang hanya menginginkan dia Febryant, yupz cukup satu itu dan aku rela melakukan apa saja untuk membuatnya kembali.
Dari mobil yang masuk ke parkiran kecil kost ini, aku tahu dia akan datang, bukan Ryan tapi Vic orang yang menemaniku melewati hari-hari ku beberapa bulan ini, orang yang begitu baik orang yang begitu sabar menghadapi semua kebodohan yang aku lakukan, aku yang menangis, aku yang mabuk di depannya dan hanya menyebut nama lelaki lain di depannya. Aku tahu aku menyakitinya dia yang begitu baik dan mengharapkan aku bisa menerima cintanya, tapi yang kusebut selalu laki-laki lain, dia yang selalu menyemangatiku memberiku harapan, memberikanku keyakinan untuk masuk ke universitas yang sama dengan Ryan dengan harapan untuk bertemu dengannya, dari caranya berbicara aku tahu dia mengatakannya dengan tulus, sungguh dia orang yang baik tapi aku tetap tak bisa karena dia bukan Ryan.
“ Jenn, kamu belum makan kan hari ini “ Katanya sambil tersenyum di depanku.
Aku membalasnya dengan senyuman, dan menggeleng aku tak bisa berbohong padanya.
“ Makan ya, aku tahu tempat makan kwetiaw yang enak.. ya ?? “ ajaknya lagi.
Aku menggeleng, aku masih ngin menikmati saat-saat ini lebih lama, merasakan bagaimana Ryan memandangku dari jauh. Mungkin.
Vic duduk di bangku sebelahku, dia menyentuh bahuku dan membisik.
“ Dia ada koq, lagi di ujung sana basah hujan-hujanan.. tapi masih berdiri disana “ bisikinya
Aku tersenyum, ya dia selalu ada, Ryan selalu ada disini di tempat aku menunggunya, meski jarak ini ga pernah berkurang, ga pernah kami bisa melangkah mendekat saat ini, tapi suatu saat, suatu saat nanti kami pasti bisa melewati ini semua, bertemu dan kembali ke masa lalu yang indah.
“ Makanya, kamu makan ya, ikut aku dech aku tunjukin tempat makan yang enak, kamu tega apa liat Ryan disana nunggu sampai hujan berenti, nunggu kamu pulang baru dia pulang, kalau dia sakit kamu juga pasti kawatir kan “ Vic merayuku dengan alasan yang masuk akal
“ Bentar lagi ya Vic, 5 menit aja .. “ kataku, sambil merebahkan kepalaku di dadanya, kututup wajahku dengan tangan, menutupi air mataku yang menetes, aku hanya tak ingin Ryan melihatku menangis, bodoh.. orang itu sungguh bodoh.
Entah apa yang dipikirkan oleh Ryan, melepaskan ku sementara dia masih ga mampu melepaskanku, apa yang aku pikirkan berfikir kalau aku bisa melepaskannya, tapi tak pernah bisa, mungkin Tuhan dengan takdirnya hanya sedang mempermainkan cinta kami, ya mungkin kami hanya harus sedikit bersabar, sedikit keras kepala sampai saat nya nanti. Aku masih percaya.
“ Yuk Vic,. Makan Kwetiaw “ Kataku sambil tersenyum.. berusaha menampakan wajah setegar mungkin dalam senyuman itu.
Aku mengikutinya masuk dalam mobilnya, dan mengencangkan seat beltku.
“ Ini tissuenya.. “ Katanya sambil tersenyum
“ Aaaaahhhhh ketauan ya… “ Rujuk-ku padahal aku berusaha agar Vic tidak tahu aku menangis tadi.
“ Ya ketauan Bodoh, gimana ga tahu sih sampe kenceng gt suara nangisnya “ dia masih bisa tertawa, aku tahu dia sedang membodohi dirinya sendiri, berjuang untuk harapan palsu yang aku berikan padanya. Jahat ya saat aku tahu aku membutuhkan seseorang menemani hariku, aku terlalu takut untuk melalui semua ini sendiri, dengan mudahnya aku memberikan lelaki ini harapan bahwa suatu saat nanti aku bisa mencintai laki-laki lain, dan dia yang tahu tengah dibohongi dengan suka rela membiarkan aku tetap membohonginya.
“ Jangan lewatin dia ya .. kita muter aja.. “ Kataku
“ Iya tahu koq tuan putri, tenang aja ya “ Vic mengendarai mobilnya menjauhi tempat Ryan bersembunyi, ya samar aku melihatnya di sana.. aku tersenyum tahu, ya aku tahu masih ada harapan untuk kami nanti.
Ya lemah, aku tahu aku lemah.. aku masih mengharapkan bagaimana dia akan datang, dia akan datang membawaku pulang ke kostnya, membawa aku yang tengah mabuk, merawatku seperti saat itu, saat-saat terakhir kami, ide Vic yang memintaku memasang foto kami di sosial media itu memang memberikan banyak kesempatan untuk-ku, kesempatan untuk lebih merasakan Ryan berada di dekatku, dan aku dengan sengaja merusak hidupku satu kali lagi, seperti saat ini sudah lebih dari satu minggu aku terus menerus membiarkan diriku mabuk di tempat umum. Berharap dia akan datang dan membawaku pulang.
Ya mungkin dia akan meneleponku, menSMSku juga sudah cukup menasehatiku agar tak lagi melakukan ini semua, aku sudah disini, di tempat umum mabuk, mempermalukan diriku sendiri, belum cukup ? belum cukup kah ini semua untuk membuatnya keluar dari tempatnya bersembunyi, sekali lagi melindungiku, mencintaiku..
Aku ga bersembunyi lagi Ry, aku ga nangis dirumah, aku nangis di tempat umum, aku ga nangis dirumah dimana cuma Vic nemenin aku minum, nemenin aku mabuk, nemenin aku cerita semua tentang kamu, tentang semua cinta aku ke kamu.. aku dah di tempat umum begini, kamu bisa kapan aja datang, bawa aku pulang sekarang. Pliz dateng, sekali aja, Pliz aku mohon..
Udah cukup kayaknya aku mempermalukan diri aku kaya gini. Ya ? cukup kan ?
Harus bertemu Peter setiap hari, Peter yang selalu berfikir dirinya hebat, bangga dengan sesuatu yang semu, bangga dengan kebohongan yang dia lakukan, tentang siapa dirinya, tentang orang-orang yang disuruh olehnya memuji dirinya secara tidak langsung agar terlihat hebat dimata teman-temannya. Aku tahu aku bukan orang bodoh tapi sebagian dari mereka selalu berfikir dia adalah orang yang sempurna,
Ya sempurna dalam kebohongannya, memaksakan apa yang dia percayai tentang aku, tentang kamu dia hanya berfikir kalau dia cukup cerdas untuk tahu semua tentang kita.
Sungguh satu kali saja, aku ingin kamu ada di depanku sekarang. Ya sekarang aku yang sudah berjalan gontai, menyusuri lift sampai ke pintu keluar, ya aku tahu sebentar lagi aku pasti terjatuh, dan kalau aku terjatuh.. aku mau kamu yang memeluk-ku.. tolong.
##
Aku terbangun ya terbangun, di rumahku sendiri dan bukan Ryan yang duduk tertidur di kursi sebelahku, tapi Vic seperti yang biasa dilakukannya, mengantarku pulang sebelum tertidur di sebelahku karena lelah menungguku semalaman.
Aku bangun dari tempat tidurku, sudah jam 1 siang sekarang. Aku menuju kamar mandi di kamarku, mencuci wajahku dan mengganti pakaianku. Sudah seminggu ini aku tidak sekolah ya toh dirumahpun tak ada yang perduli, orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka sampai tak pernah bertanya apa aku naik kelas, apa aku juara di kelas yang mereka pikirkan hanya memenuhi semua kebutuhanku, memenuhi semua keinginanku dan inilah aku sekarang. Aku menuju dapur mengambil roti yang disiapkan oleh pembantuku, aku mengambil 3 lembar roti dan mengisinya dengan keju dan nutella.
Haha, memang cuma ini makanan yang bisa aku buat, roti tawar mungkin juga salad karena cuma tinggal potong dan masukan saus thousand island tanpa harus menyalakan kompor yang rasanya cukup mengerikan buatku.
Hmm sebagai tambahan aku membuatkan teh manis hangat untuk Vic. Kalau yang ini cukup menyeduhnya dengan air di dispenser dan selesai. Aku membawakan makanan itu ke dalam kamarku, lumayan untuk mengganjal perutnya sebelum pulang nanti.
“ Vic.. “ panggilku
Aku melihatnya tengah sibuk memainkan ponselku, aku terburu menaruh roti dan teh manis yang aku bawa ke atas meja dan merebut ponselku dari tangannya.
“ Apa-apaan sih loe, ngapain tadi ?? “ aku terlalu marah hingga memakinya
“ Enggak-enggak ada apa-apa koq. “ dia tampak kikuk.
“ Tadi ngapain, jujur “ tanyaku..
Aku melihat inbox, tak ada sms baru yang masuk, sent item dan delivery report juga.
Masih penasaran aku melihat log ponselku, ada sms masuk dan dari Ryan, aku tahu ini dari Ryan aku sungguh tak percaya kalau Vic dengan tega menghapus SMS dari Ryan
“ Loe koq gitu situ ? kenapa dihapus.. dia sms apa ?? “ protesku marah
“ Enggak, loe ga boleh baca sms itu.. “ jawabnya tegas
“ Kenapa ga boleh ? loe tau kan.. loe tau kan berapa lama gw nunggu ini semua “ aku menjatuhkan diriku ke atas ranjang.
“ Kenapa Vic ? loe tega banget sama gw ? “ aku mulai menangis sekarang, apa aku salah mengartikan kebaikan hati Vic selama ini ? atau mungkin dia berulang menghapus sms dari Ryan selama ini ?
“ Berapa kali Vic, jawab jujur.. berapa kali loe hapus sms dari dia ? “ aku mendesaknya
“ Percaya sama gw Jen, ini pertama kalinya, dan loe ga boleh baca sms itu, ga boleh.. “ Vic berusaha meyakinkanku, aku tetap tak bisa mempercayai apa yang diucapkannya.
“ Gw yakin ga mungkin Ryan Sms kayak gitu ke loe, jadi jangan kepancing sama orang yang sms kayak gitu Jen “ Vic kembali berusaha meyakinkanku yang terlihat meragu padanya.
“ Udah dech, loe pulang dulu, ya sory banget gw ga mau diganggu dulu “ kataku sambil menutup wajahku dengan bantal.
“ Iya Jen, gw pulang dulu, tapi inget jangan gegabah dan hubungin gw kalo ada apa-apa “ katanya sambil menutup pintu kamar-ku.
Aku diam tak menjawab apa yang dikatakannya.
Aku mengambil ponselku, menaruhnya di depan meja riasku, aku menunggunya aku menunggu ponsel ini bergetar lagi, sms dari Ryan mungkin. Dia akan mengatakan
Apa kabar ?
Gimana keadaanku ?
Ya seperti itu mungkin SMSnya ? hmmm atau mungkin aku harus mengirim pesan dulu kepadanya ? memberitahu kalau pesannya terhapus tadi ? meminta maaf atas kecerobohanku.
Tapi kalau begitu apa tidak terlalu aneh ? aku takut dia marah dan justru tak membalas SMS-ku lagi nanti, aku harus bagaimana ?? Pliz ayo kirim lagi SMS untuk-ku, aku berdoa saat ini, sungguh-sungguh berdoa berharap akan menerima SMS lagi dari Ryan
Satu jam, dua jam, tiga jam belum juga ada SMS masuk untuk-ku darinya.
Aku, aku harus mengirimnya SMS lebih dulu kah ??
Ya jarang sekali nomornya aktif, aku berulang kali mencoba mengirim pesan, meneleponnya ke nomor ini tapi tak pernah ada jawaban sebelumnya ? ya sementara aku terus menunggu nya tetap dengan nomor ini, agar suatu saat dia ingin menghubungiku, aku masih menggunakan nomor ini, aku berharap sungguh berharap saat seperti ini akan datang lebih cepat. Tapi penantianku tidak sia-sia, dia menghubungiku, benar-benar menghubungi dan harus bagaimana sekarang ?
Aku mengambil ponselku, mengetikan SMS untuk Ryan, meski ragu untuk mengirimnya.
Aku wanita, dan ada sisi dari diriku yang ingin dihargai lebih setelah semua yang kulakukan untuknya, untuk semua yang aku korbankan dalam penantianku, ingin dia memperlakukan aku seperti seorang putri yang dicintai olehnya, bagaimana dia mengejar cintaku.
Ah bukan, sekarang bukan saatnya untuk itu, aku harus membuang harga diriku sedikit lagi aku harus mengambil langkah untuk menghubunginya lebih dulu sebelum semua ini terlambat.
Ponselku bergetar. Iya dia bergetar.
Aku melihat layar ponselku, Ryan mengirim SMS lagi.. Terima kasih Tuhan..Terburu aku membuka SMS itu.
Dan…
Aku sungguh tak percaya dengan apa yang kubaca..
Gimana ?? enak kan jalanin hidup kaya gini,
Ngelukain perasaan cowo, peluk-pelukan sama cowo lain,
atau tidur sama cowo lain mungkin,Upsss..
tapi gw bener-bener kasian sama cowo loe sekarang, yang cuma jadi supir
Hahahaha
Ya Tuhan, apa benar Ryan SMS kayak gini? Serius dia SMS seperti ini buat aku ? Cheryl ? atau Cheryl yang cemburu dan mengirim SMS seperti ini dengan ponsel Ryan tanpa sepengetahuannya?
Ya pasti wanita jalang itu yang melakukannya. Kubalas pesan itu dengan cacian agar Cheryl tidak perlu ikut campur dengan masalah hidupku. Meski tak dibalasnya tapi itu cukup menimbulkan tanda tanya, apa yang sebenarnya terjadi ?
Dan aku benar-benar sadar, tanpa pengaruh alcohol sedikit pun, pukul 3 pagi saat ponselku kembali bergetar, satu SMS lagi masuk dari nomor Ryan, dan kembali kalimat provokatif yang dikirimkan untuk-ku.
Apa pernah ngerasa bersalah ?
Atau malah bangga bisa tidur dengan banyak lelaki
Bisa mabuk-mabukan sepuasnya
Melakukan hal yang memalukan yang membanggakan menurut anda ?
Aku langsung mencoba menghubungi nomor itu, berkali aku mencoba menghubunginya, mati ya ponselnya mati.. pengecut… entah siapa orang itu tapi tindakannya itu benar-benar pengecut.
Dan berkali selama 4 hari nomor Ryan terus mengirimkan pesan yang mengumpatku, aku tak tahan, aku tak tahu harus melakukan apa sekarang. Dan aku malah berakhir disini, di depan Vic di dalam rumahnya menangis sejadinya, dan aku kembali harus mengantungkan diriku padanya, kembali menjadi beban untuknya, kuberikan semua SMS dari nomor Ryan padanya.
“ Udah Jenn, jangan nangis lagi ya, gw punya cara untuk tahu semuanya, tapi gw sendiri ga yakin kalau Ryan yang ngelakuin ini semua, dia ga mungkin melakukan hal sekotor ini buat mempermalukan loe, dan lagi gw tau dia sayang banget sama loe “ aku mengganguk, aku masih punya sedikit kepercayaan kalau Ryan tak mungkin melakukan ini semua.
“ Jenny ikut sekarang, biar gw yang bicara sama Ryan dan kamu denger aja dari telepon ya semua yang dibilang sama dia OK ? , Apapun yang terjadi jangan keluar dari mobil ya “ Dia tersenyum menguatkanku, lelaki ini terlalu baik membantuku setiap saat padahal dia bisa saja acuh terlebih dia tahu aku terlalu mencintai lelaki yang bisa saja itu saingan buatnya.
Vic membawaku ke Lapangan kampus, banyak orang yang tengah berlari disana, tapi tak sulit bagiku untuk tahu, Ryan berada disana bersama 2 orang yang tidak aku kenal,
“ Yang itu Vic, “ aku menunjuk mereka bertiga dari dalam mobil
“ Iya, aku tahu koq, kamu disini dan denger semuanya dari telepon aja ya “ dia keluar dari mobil dan mendekati Ryan yang tengah berkumpul dengan teman-temannya, aku tak bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh Vic sekarang.
##
Dari jauh aku melihat bagaimana Vic langsung menarik rambut Ryan,
“ Loe, Loe yang namanya Ryan ?? “ Vic membentaknya, dan langsung memukulnya, ya Tuhan kenapa mereka jadi berkelahi..
Ryan terjatuh, dan langsung bangkit dan membalas pukulan Vic
“ Iya, kenapa ada urusan apa loe sama gw ? Victory “ Ryan balas membentak
Vic yang terjatuh langsung membalas Ryan dan mereka mulai bergulat, pukulan dan tendangan saling berbalas, aku benar-benar panic, aku harus menghentikan mereka, tapi aku sudah janji untuk tidak keluar dari mobil ini. Untungnya kedua orang lain yang berada disitu melerainya mereka memegangi Vic dan Ryan yang tengah terbakar emosi
“ Loe tau Jenny ?? Loe tau dia nangis nangis terus gara-gara loe ? itu yang loe bilang cinta ? “ Vic membentak Ryan
“ Loe ga tau apa-apa dan urusan ini urusan gw sama dia, loe ga usah ikut campur !! “ Ryan balas memaki
“ Ga ikut campur, gw, gw yang jadi tempat pelarian dia. Crazy bastard !! “ , “ Loe tau sekarang dia nangis di tempat gw, gw baca semua sms loe, gw baca semua dan loe kira itu hebat ? “
“ Ya, hebat loe dah baca kan SMS gw ? SO ? apa loe mau bilang,klo apa yang gw bilang itu mengada-ngada ?? apa yang gw bilang itu cuma fitnah ? sadar Vic, gw justru memperingatin loe dengan kelakuan dia ! “ aku tak percaya Ryan bisa mengatakan itu
“ Apa yang dia lakuin, itu urusan gw ma dia, urusan gw dan bukan lagi urusan loe, loe harus inget loe tuh cuma mantannya, cuma MANTAN “ Vic masih membelaku
“ So apa gw salah ?? apa gw salah dengan semua intimidasi yang gw lakuin ?? “ Ya Tuhan dia tega sekali dengan kata-katanya itu, apa dia tidak sadar betapa dia melukai aku
“ Hebat banget loe ?? hebat banget ya sampe bisa ngmonk kayak gini. “ . “ Gw kasih tau satu hal, jangan pernah loe sentuh Jenny lagi, hubungin dia, sms dia atau gw akan ngelakuin hal yang lebih dari hari ini “
Ryan malah bertepuk tangan, dan aku tahu dia meledek Vic dengan aksinya itu, sementara Vic pun berjalan pergi kembali ke dalam mobil.
Aku mengambil tissue, membantu Vic membersihkan luka-luka di wajahnya, wajahnya memar karena pukulan Ryan, aku benar-benar merasa bersalah, dan berusaha menenangkan Vic yang masih terlihat marah.
“ Sory ya Vic, gw bener-bener ngerepotin loe,.. “ , aku menangis bukan karena sekedar kasihan melihat Vic yang berdarah, tapi juga karena tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Ryan, dan Ryan benar-benar melakukan ini semua, dengan sengaja.
“ Sory ya Jen, gw salah ternyata beneran Ryan yang ngelakuin semua ini, harusnya loe ga usah denger apa yang dia bilang tadi. “ , “ tapi gw yakin dia pasti punya alasan untuk ini semua dan itu semua tetep buat kebaikan loe, dan kayaknya dia juga ga akan ngelakuin ini semua lagi koq, tenang aja ya. “ Vic berusaha tetap menghiburku. Kebaikan ? kebaikan apa yang dia lakukan dengan semua ini?
“ Yawda, kita pulang dulu ya, gw harus obatin luka-luka loe juga kan.. “ aku berusaha tersenyum dalam tanya.
##
Dan sekali lagi Vic salah, bukan berhenti, Ryan malah lebih jahat lagi lebih kejam lagi dengan apa yang dilakukannya, dia sudah tau, dia tahu masa lalu yang aku selalu sembunyikan darinya, masa lalu yang begitu memalukan dan menjijikan, dan aku tak mampu lagi sekarang.
Kutatap bayanganku di cermin yang menampilkan bayangan diriku sendiri, tertawa tertawa dalam keputus asaan, kubuka ponsel-ku. Kupatahkan sim card-ku, cukup tak perlu lagi ada Ryan dalam hidupku sungguh, ya aku memang wanita yang tak berharga, bukan wanita yang pantas mendapatkan cinta.
Mungkin juga sekarang aku harus menentukan langkahku, mengambil sikap-ku pada Vic aku juga tidak tahu apa dia masih menyukaiku seperti dulu? Mungkin tidak ‘ hey aku bukan Jennifer Adrian yang sesuai dengan bayangannya ‘ seorang gadis anggun yang melakukan kesalahan, memiliki cinta yang kuat dengan seorang lelaki dan seorang yang teguh dengan cintanya itu. Bukan bukan aku bukan wanita seperti itu, aku tidak lagi bisa menampilkan kemunafikan cinta.
Ya ini aku , Jennifer yang munafik
Kukatakan kebohongan pada Vic, kukatakan bagaimana aku masih mencintai Ryan dengan seluruh cintaku, bahwa lebih baik dia melupakan aku, tak bisa aku tak bisa bersama dengannya dengan perasaan yang terlalu dalam pada lelaki itu.
Dia mengerti, mengerti dengan mudah mungkin dia pun tak lagi memiliki ketertarikan pada diriku.
Dan kenyataannya pada saat ini, aku berada dalam pelukan seorang Pria yang baru saja bertemu denganku, alunan music yang begitu kencang ditambah pengaruh alcohol yang makin menguasai diriku, entah ada sesuatu yang berbeda tubuhku benar-benar ingin terus bergoyang, lelaki ini pasti memasukan sesuatu kedalam minuman-ku, ya tapi siapa yang perduli, kubiarkan lelaki asing ini menciumiku, tak perduli siapa dia, bagaimana tampangnya.
Toh aku hanya wanita kotor seperti yang dikatakan Ryan di SMS terakhirnya. Ya ‘sayang’ dengan senang hati aku akan mengikuti apa yang kamu katakana, aku kan memang sangat menyayangimu dan aku akan melakukan apa yang kamu katakan..
Sekarang kemana laki-laki ini membawaku ?? ke Hotel ? ya itu lebih baik.. aku kan seorang pelacur yang sangat butuh lelaki untuk memuaskan hasrat biologisku. Ya sekali lagi ‘sayang’ aku akan menuruti apa yang kamu mau.
Persetan dengan apa yang dikatakan oleh Vic, kalau kamu ‘sayang’ melakukan ini semua agar aku berubah, agar aku menemukan lelaki lain tidak melakukan lagi semua kesalahan yang pernah aku lakukan, bersetubuh dengan sembarang orang, mabuk-mabukan, berselingkuh.. hahaha siapa yang percaya dengan argument Vic toh dia sudah salah 2 kali dan bodoh kalau aku percaya untuk dibodohi ketiga kalinya.
Kubantu lelaki ini melepas pakaianku, kubantu dia melepas pakaiannya.. bisikan kekaguman akan kecantikanku yang sudah bosan kudengar dari lelaki-lelaki hidung belang.. ya.. kelam senja.. biarkan kekelaman ini memenuhi sisa hidupku, aku bahagia dengan hidupku yang seperti ini, bahagia ‘sayang’ aku bahagia … Mungkin..
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar sopan saya segan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar sopan saya segan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.