Sebuah tribute untuk film horror Indonesia. Dimana tahayul, absurditas, mimpi buruk adalah bagian yang disukai penonton.
----
Nun di sebuah kota kecil Cilosari di jantung priangan, berdiri sebuah bioskop kecil bernama Rosemary peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Sebuah bioskop yang menurut kabar burung masyarakat sana menyimpan 'tragedi' masa lalu.
Sebuah bioskop buram yang menyisakan dan meninggalkan kejayaan hiburan layar perak masa lalu, penduduk menyebutnya sebagai...
BIOSKOP TERAKHIR
---
Tahun 1926, film buatan Hindia Belanda pertama "Loetoeng Kasaroeng" yang disutradarai G.Krunger dan L.Heuveldrop muncul di teater Elite dan Majestic Bandung dan disambut suka cita oleh penggemar film di bumi periangan.
Pada tahun 1928, muncul film horror bisu kontroversial pertama berjudul Getih. Dimana pembuatan filmnya dilakukan di perkebunan Tjiboenar Tani. Film ini disutradarai Hans Rademaker seorang Belanda peranakan. Film ini menjadi kontroversi karena adegan yang disajikan film ini begitu realistis, sadis, sehingga banyak pengamat pada masa itu menyatakan bahwa film itu bukanlah film horror tetapi film dokumenter pembunuhan.
Oleh pihak berwenang, film ini dilarang untuk ditonton oleh warga pribumi karena dianggap terlalu sadis. Para pembuat film tersebut berang dan menyatakan banding.
Pada tanggal 14 Februari 1930 dilakukan screening test terhadap film tersebut dihadapan para pejabat belanda, demang, mantri, dan penyuka film di Bioskop Rosemary. Ternyata setelah pertunjukan tersebut, seluruh penonton hilang tanpa jejak. Berita tersebut menjadi urban legend dengan desas desus dan berita tahayul yang simpang siur.
Waktu berjalan puluhan tahun, dan berita itu kian tersapu dengan perkembangan jama yang semakin pesat. Hingga tertimbunlah kejadian ini.
Namun, pada tanggal 14 Februari 2012 (82 tahun kemudian) semuanya terjawab dengan kenyataan yang membuat siapapun terbelalak !
---
Rembang petang di kota kecil Cilosari. Matahari sudah mulai bersiap menuju peraduannya. Sementara langit disepuh warna merah merona. Orang-orang yang bekerja di pasar sudah berkemas untuk pulang. Sementara di pasar itu melintas sepasang dua sejoli. Nampaknya antusias membahas tentang hubungan mereka.
"Nisa, mungkin ada yang ingin akang tegaskan mengenai hubungan kita ini." Ujar Rangga sembari memegang lembut tangan Nisa.
"Akang tahu, orangtuamu selalu menanyakan seberapa serius hubungan kita dalam menjalin hubungan selama ini."
"Aku tidak pernah risau kang, karena aku percaya." Ujar Nisa, menatap lekat lelaki disampingnya.
"Dua tahun lebih kita menjalaninya. Dan aku tahu, dari nol akang mempersiapkan diri sampai sekarang ini. Suka, duka sudah kita rasakan bersama. Bukankah itu menguatkan hubungan kita ?" Timpalnya.
"Betul Nis. Karena itu dua bulan lagi akang punya rencana untuk bicara langsung dengan orangtuamu. Kalau perlu langsung melamar."
"Hah ? Betul itu kang ?" Ujar Nisa, kaget dengan keputusan Rangga yang dibilang mendadak.
"Dengar Nisa sayang, apa akang pernah main-main untuk menunjukkan niat baik hubungan kita ?"
"Ya, aku percaya. Tapi kok mendadak juga ya ?"
"Coba kita berhenti jalan dulu. Akang ingin menunjukkan sesuatu padamu." Kata Rangga sembari merogoh saku celananya. Sepertinya sedang mencari sesuatu.
"Akang berikan ini sebagai penanda seriusnya hubungan kita Nisa. Maaf kalau ini mengejutkan kamu. Bagaimana pendapatmu ?" Ujar Rangga sembari mengeluarkan kalung perak nan cantik bertuliskan NR.
"Ya ampun, cantik sekali ! Itu inisial nama kita kan ?" Ujar Nisa, tersipu dengan pemberian Rangga.
"Betul Nis, itu inisial nama kita, Nisa dan Rangga. Ah, lihat ! Alangkah eloknya kalung ini dipakai olehmu. Kamu benar-benar cantik Nisa !" Ujar Rangga sembari mengenakan kalung itu di leher Nisa.
"Makasih banget kang. Aku akan segera memberitahu papa dan mama tentang rencana kita."
"Wah, ga sabar akang menunggu jawabannya."
Nisa dan Rangga terus berjalan, hingga suatu
ketika kedua insan yang saling jatuh cinta itu melihat tulisan besar. Rosemary, sebuah bioskop tua.
"Apa itu ? Sebuah bioskop tua ? Perasaan baru kali ini aku melihatnya." Ujar Rangga.
"Iya ya, kayaknya aku juga baru melihatnya." Timpal Nisa mengiyakan.
"Bioskop Rosemary ? Film Getih ? Itu kalo ga salah pernah baca di internet, katanya termasuk pionir film horror tahun 1928 yang arsipnya hilang di arsip perfilman nasional. Loh kok muncul disini ? Ini pasti film keren banget ! Jarang-jarang loh ada film bisu yang muncul pas jaman fesbukan gini."
"Penasaran ? Ayo kita masuk ke dalam, pasti akang tambah tertarik."
"Boleh juga, mumpung belum malam. Jadi aku bisa antar pulang kamu ga lewat dari jam sembilan malam." Kata Rangga sembari mengajak Nisa untuk memasuki bioskop Rosemary tersebut.
"Kok gedung ini redup sekali ?" Tanya Nisa keheranan. Biasanya kalau gedung bioskop pada umumnya selalu terang benerang.
"Hmmmn gedungnya ga keurus, lembab, gelap. Atapnya juga banyak yang bocor. Apa begini nasib bioskop yang ada di kota kecil seperti kota Cilosari ini ?" Kata Rangga sembari mengadahkan kepalanya ke langit-langit bioskop. Dimana sarang laba-laba bertebaran dimana-mana. Belum lagi tembok yang mulai retak sana-sini.
"Selamat sore tuan, 15 menit lagi film Getih akan kami putar. Jika tertarik, kami sudah menyediakan 2 tiket spesial untuk anda." Ujar lelaki dengan tatapan tajam itu. Dari perawakannya, diperkirakan usianya kini mencapai 40-50 tahun. Lelaki itu menggunakan stelan jas berwarna hitam pudar, tanpa dasi.
"Sudah, biarkan saja mereka menikmati dulu gambar posternya." Ujar wanita berambut keriting itu. Dari perawakannya diperkirakan usia wanita itu kini mencapai 30 tahun.
Film lama hitam putih terpampang jelas di dinding. Hening, seperti tak ada bunyi hela nafas sekalipun. Sementara ruangan terasa kian dingin, padahal tak ada alat pendingin. Kesunyian pun mulai menusuk ke sekujur tubuh mereka.
"Kang, lihat ! Sepertinya poster ini begitu realistis !" Ujar Nisa sembari menunjuk ke suatu arah.
Terlihat poster film yang diputar hari ini dengan tulisan besar "Rademaker NV mempersembahkan, film jang bikin djantoeng anda tjopot ! Getih !". Lengkap dengan seorang pria membawa senjata tajam, lengkap dengan darah yang bertaburan disana-sini. Menciptakan nuansa pembunuhan yang begitu terlihat nyata, siapapun pasti bergidik ngeri ketika melihat poster film ini.
"Ya ampun, posternya aja sadis banget ! Apa iya produksi jaman dulu sudah bisa serealistis ini ?" Ujar Nisa sembari menutup mulutnya dengan tangan kanannya, bergidik ngeri akibat melihat poster film Getih.
"Entahlah, sepertinya semua ini terjawab kalo kita menonton langsung filmnya. Berani ?"
"Perasaanku udah ga enak, lagipula kenapa terasa dingin sekali disini ?" Batin Nisa.
Perlahan tapi pasti, terdengar suara bisikan yang kian mencekam.
"Apa itu ?" Ujar Rangga, matanya menelusuri seluruh penjuru ruangan. Mencari sumber suara, namun hasilnya nihil.
Ruangan terasa dingin menusuk, bau semerbak melati kini menyebar ke seluruh penjuru diselingi dengan bau kemenyan yang menusuk hidung.Kini terlihat sepasang suami istri berpakaian khas Belanda memasuki bioskop Rosemary.
"Selamat sore tuan, selamat menikmati." Ujar lelaki bermata tajam itu. Tubuhnya setengah membungkuk sebagai tanda hormat pada tamu yang datang. Namun tamu itu hanya merespon singkat, hampir tak berkata.
"Orang Belanda berpakaian jaman dulu ? Apa ini tradisi disini ?"
"Mereka bermuka kaku, seperti mengacuhkan kita."
"Akang pikir ini hanya gimmick saja sebagai daya tarik pertunjukan film bisu ini. Iya ga ?"
"Kalo aku sih masih merinding, auranya lain banget. Tapi penasaran juga sih. Iya deh, nonton aja kan ada akang."
"Berminat ?" Tanya lelaki bermata tajam itu.
"Kami pesan tiket dua buah. Posisi kursi duduknya kalo bisa ditengah." Ujar Rangga sembari menghadap loket pembelian tiket.
"Total harganya tujuh ribu rupiah, itu sudah termasuk sumbangan untuk Palang Merah Indonesia. Selamat menikmati filmnya anak muda !" Ujar wanita itu, sembari memberikan tiket masuk bioskop kepada Rangga. Kini senyuman dan tatapan licik terpancar dari raut wajah wanita itu.
Rangga pun menerima tiket dari wanita itu, lalu mengajak Nisa
untuk segera memasuki teater pada bioskop tersebut.
"Hmnnn, pasangan serasi." Ujar lelaki bermata tajam itu.
"Ya, mengingatkan kita puluhan tahun yang lalu sayang." Timpal wanita berambut keriting itu.
Kini Rangga dan Nisa sudah sampai diteater dimana film Getih akan diputar. Hampir seluruh kursi sudah diduduki oleh penonton.
"Rupanya penontonnya cukup banyak juga." Batin Rangga.
Setelah mencari kursi kosong, Rangga dan Nisa pun segera duduk dikarenakan film Getih sudah dimulai. Terdengar sound effect musik klasik sebagai pembukaan film getih ini yang membuat nuansa teater kian mencekam.
"Kenapa penonton itu kaku seperti patung ? Ah, apa itu hanya perasaanku saja ? Tapi kenapa mereka seperti terbiasa menonton film ini ?" Batin Nisa
Bayang bayang dan sejuta tanda tanya mulai bergantungan dipikiran Nisa. Hingga pada layar bioskop muncul tulisan klasik "Rademaker MV mempersembahkan...."
"Ah, lebih baik aku nikmati saja film ini. Jangan berfikiran yang aneh-aneh." Batin Nisa sembari mensandarkan kepalanya dipundak Rangga.
"Taoen 1928 Toean Bosch meninggal, dia meninggalkan doea istrinja. Karena reboetan harta waris, njonja Doris menjoeroeh kekasihnja bernama Djaroy oentoek memboenoeh madoenja bernama Esih di kampung Tjilosari. Majat Esih, Pendjaga, dan sebagian keloearga dibawa ke goedang samping bioskop rosemary. Disimpan di dasar lantai nan soempek dan gelap biar tidak diketahoei opsir Belanda."
"Aduh, ya ampun. Film lawas ini kok gory banget ? Aku ga tahan nontonnya, ini film realistis banget !"
"Tenang sayang, ini cuma film kok." Ujar Rangga menenangkan Nisa yang mulai ketakutan.
"Dan ketika malam djoemat kliwon saat boelan penoeh tiba, mereka bangoen menjadi arwah penasaran jang terdjebak dalam bangoenan gedoeng."
"Aduh...aduh.."
"Kenapa sayang ?"
"Aku kebelet pipis, mau ke toilet dulu."
"Hati-hati ya, berani sendiri kan ?"
"Iya berani lah, kamu juga berani nonton sendiri kan beib ?"
"Sayang, asal kamu tahu. Aku sayang banget sama kamu."
"Ih ! Akang lebay deh." Kata Nisa sembari berjalan meninggalkan Rangga.
Nisa pun berjalan meninggalkan teater, langkah kakinya mengiringi ke sebuah tulisan TOILET.
"Ya Tuhan ! Ini seperti sumur tanpa dasar !" Teriak Nisa, terkejut tentang apa yang dilihatnya. Tangga-tangga yang menjulur kebawah tetapi tak memiliki ujung. Belum lagi tengkorak menjadi hiasan, sedangkan penerangan hanya oleh obor. Itu juga hanya beberapa buah saja.
Nisa tetap berusaha berjalan menuruni anak tangga itu. Kesunyian, bau angker, wingit, berdebu dan juga berdebu.
"Dimana toiletnya ? Coba kalo Rangga menemaniku. Aku sungguh menyesal." Batin Nisa.
Detak jantung Nisa kini berfrekuensi lebih cepat daripada biasanya. Belum lagi suara tikus yang memperparah suasana, membuat Nisa bergidik ngeri. Namun Nisa tetap berjalan, berusaha menyingkirkan rasa takut yang begitu hebat.
"Apa itu ?" Batin Nisa sembari melihat diorama tiga dimensi di dinding. Terlihat bahwa ada kerangka manusia yang dirantai, dengan tengkorak yang ditancapkan paku besar hingga mengucur darah, tapi darah kering karena saking lamanya.
"Diorama tiga dimensi ? Tapi kenapa aku merasa patung-patung di dinding itu seakan-akan hidup ?" Kata Nisa lalu melanjutkan langkah kakinya.
Tanpa disadari, diorama itu menggerakkan bola matanya ke arah Nisa. Dan diorama itu bukanlah sekedar diorama, melainkan arwah.
Akhirnya setelah sekian lama Nisa berjalan Nisa bisa menemukan toilet itu.
"Pintunya berkarat." Batin Nisa sembari membuka pintu toilet. Namun alangkah terkejutnya Nisa ketika melihat isi dalam toilet tersebut. Sarang laba-laba bertebaran dimana-mana, kaca yang mulai retak sana-sini, dan tulisan MATI disertai tanda seru begitu menusuk. Seakan-akan tulisan itu ditujukan untuk Nisa.
"Uh, bau. Tapi ini bukan bau pesing." Kata Nisa sembari menutup hidungnya.
Tik Tik Tik
Suara air yang mengucur dari keran air terdengar makin melemah. Membuat firasat Nisa semakin tidak enak saja.
"Cepat, cepat. Aku tidak mau lama-lama disini." Batin Nisa.
Suara mendesis itu muncul lagi, membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Ketika Nisa mendongak kepala ke atas, terlihat bayangan sepasang tangan yang menuju dirinya.
Hei anak manis ! Jangan pulang nak. Mati ! Mati ! Mati ! Dan bergabunglah bersama kami"
"Ah, bisikan-bisikan itu. Seperti hantu yang merasuk di benakku. Aku harus cepat keluar, sebelum semua ini membuatku gila." Ujar Nisa sembari mematikan keran air.
"Jangan buru-buru manis." Ujar suara itu lagi.
Nisa pun melangkah ke arah kaca, sekedar bercermin. "Aku tidak tahu, apakah ini realita atau mimpi buruk. Atau aku ada di dalam film gila itu sendiri ?"
Suara mendesis itu muncul lagi
"Dibelakangmu manis."
Nisa yang mendengar suara itu langsung menoleh.
"Selamat sore gadis manis." Ujar tengkorak itu. Tengkorak yang masih mengenakan pakaian yang robek sana sini akibat termakan jaman. Belum lagi paku yang menancap dikepalanya yang membuat kepala belakangnya menjadi keropos.
"Ti..ti..tidaakkk ! Tolong buka pintu ini !"
"Kamu tau dimana dia simpan jantungku yang hilang manis ?" Ujar tengkorak itu sembari membuka telapak tangannya. Seakan-akan ingin meminta jantung Nisa.
Nisa pun berusaha mendobrak pintu, lalu...
BRAKKK
Nisa mengambil serpihan kaca yang berserakan lalu membuatnya seperti senjata tajam yang siap melindungi dirinya.
"Dimana dia ? Tunggu, apa itu ?"
Terdengar suara anak kecil menangis, yang membuat siapapun merasa miris.
"Huuuuu...huuuu...jangan."
Nisa pun berjalan menuju ke sumber suara.
"Huuu...aku tidak salah. Jangan hukum aku." anak kecil itu menangis lagi.
"Dek, kenapa nangis ?"
Diam, tak ada jawaban.
"Dek ?"
"Dia selalu paksa aku agar kepalaku diganti." kalimatnya terputus. "Dengan wajah buruk ini." Ujar anak kecil itu sembari membawa tengkorak.
"Argh..Tidaaakkkkk !!!"
----
"Udah lebih sepuluh menit Nisa belum juga kembali. Perasaanku makin tidak enak. Hah ? Apa itu ?" Ujar Rangga sembari melihat layar bioskop. Dan betapa terkejutnya Rangga saat melihat Nisa ada di layar bioskop itu, menjadi salah satu objek dalam film Getih yang saat ini sedang ditonton olehnya.
"Nisa muncul dilayar bioskop ? Ini gila ! Lelucon macam apa ini ? Nisa ! Nisa !" Ujar Rangga sembari berdiri lalu mencari Nisa. Namun sayang, ada dua sosok yang menghalangi Rangga.
"Maaf anak muda, kami terpaksa melarang anda keluar dari ruangan ini."
"Aku ga ada urusan dengan kalian ! Aku sibuk mencari pacarku dimana ! Oh, atau kalian terlibat dalam hal ini ? Siapa kalian ?" Bentak Rangga, emosi.
"Baiklah jika kamu memaksa ingin tahu." Ujar sosok itu sembari menghentikkan jari telunjuknya.
Mendadak, seluruh lampu diruangan menyala. Membuat ruangan menjadi terang benerang.
"Kamilah makhluk yang terkurung puluhan tahun disini menjaga gedung ini. Telah kami lewati ruang dan waktu, dalam pengap dan gelap. Kami berharap agar kamu bergabung dengan kami agar gedung ini tidak runtuh direbut pihak lain. Bergabunglah sekarang juga !"
"Hah, bagaimana mungkin ? Aku punya kehidupanku sendiri, ini bukan urusanku ! Aku dan kekasihku ingin secepatnya keluar dari sini !"
"Sayang sekali, tapi kau tidak bisa memilih. Kami yang memaksa dan yang menentukan."
"Dengan cara apa aku bergabung dengan kalian ? Aku hanya ingin pergi !"
"Kesini anak muda, kau akan tahu jawabannya." Ujar makhluk halus itu sembari menyeret Rangga. Cakar setajam pisaunya siap menghunus tubuh Rangga.
"Coba Rasakan !" Ujar makhluk halus itu sembari menghunus wajah Rangga dengan cakar yang amat tajam.
"Puluhan tahun aku menjaga gedung ini. Rasakan olehmu bagaimana rasanya menjadi penjaga gedung. Kami adalah mimpi buruk terbaik untuk kalian. Kami jadikan tulang, daging, dan darah kalian sebagai pondasi gedung ini sehingga semua takut. Ikut kami !"
"Arrrggghh...tidak !"
BRUKK
"Ya ampun, hidungku berdarah." Ujar Rangga sembari memegang darah yang mengucur deras dari hidungnya.
"Bergabunglah dengan kami melalui kematian !"
"Ah, itu pintu keluar menuju arah lobby bioskop.Cepat !" Ujar Rangga sembari berlari secepat dan semampunya sebelum pisau itu menghunus punggungnya.
CRASSSS
AAAAA !!!!
"Punggungku !"
BRAKK
"Seluruh tubuhku tak bisa bergerak. Kakiku seperti lumpuh. Nisa sayang, dimana
kamu ?" Ujar Rangga, lemas akibat darah dari punggungnya mengucur hebat.
Tiba-tiba terlihat seorang bapak-bapak lengkap dengan barang dagangannya.
"PAK ! TOLONG ! TOLONG !" Teriak Rangga, berharap ada seseorang diluar sana yang mendengar dan menolongnya.
"Berteriaklah sekerasmu, tak seorangpun diluar gedung ini yang mendengarnya. Kau ada ditelapak tanganku sekarang ! Kamu tidak akan bisa melarikan diri. Tangan 'mereka' cukup kuat menahanmu." Ujar lelaki bermata tajam itu.
"Tunggu lelaki bermata tajam ? Itu bukankah lelaki yang tadi ku temui bersama Nisa dekat loket bioskop ?" Batin Rangga.
"Kau...kau portir bioskop itu ? Kamu pemimpin mereka ? Siapa kamu sebenarnya ?"
"Tatap aku baik-baik, sebelum kamu mati ! Akulah...Jarot si penjagal !" Ujar Jarot yang perlahan penampilannya berubah drastis. Dari yang menggunakan jas hitam pudar elegan, kini bertransformasi menjadi seperti perompak pada poster film Getih. Dia menutup satu matanya, menggunakan masker dan ikat kepala, lengkap dengan pedang tajam yang siap menghunus siapa saja.
"Akulah yang menjagal mereka, dan sekarang mereka mematuhi perintahku. Bergabunglah denganku."
"Tidak !"
"Kau akan mati, setelah itu menjadi anak buahku !"
"Arrggh, jangan !"
"Kau jangan melawan, ini akan semakin menyakitkanmu."
"Tidak ! Aku belum mau mati !"
Pedang Jarot si penjagal kini semakin dekat dengan Rangga. Mungkin hanya berjarak sekitar 5 centimeter.
"Aku ada rahasia kecil buatmu. Pacarmu Nisa beberapa saat tadi sudah ku bunuh ! Susullah dia !"
"Apa ? Nisa sudah mati ? Tidak mungkin !!!!"
Jarot si penjagal menghunuskan pedang ke arah Rangga, namun Rangga berusaha menepis dengan satu tangannya menggunakan sisa-sisa tenaga yang masih terisa.
"Tidak mungkin....."
AAAAAAAA!!!
Darah menggenangi lantai.
Siapa yang berdarah ?
Siapa yang mati ?
Waktu terasa berhenti menyambut kematian.
"Uh...Nisa ? Dimana kamu Nisa ?" Ujar Rangga sembari berdiri lalu berlari untuk mencari Nisa.
"Hahahaha selamat datang anggota baru !" Ujar Jarot dengan tatapan liciknya.
"Bertambah satu lagi sayang." Ujar wanita itu. Wanita yang tadi berada di loket karcis bioskop.
"Iya Doris. Aku berbohong padanya bahwa pacarnya sudah mati."
"Kehilangan yang dicintai terkadang terasa jauh lebih menyakitkan." Timpal Doris.
--
"Nisa ? Dimana kamu ? Ini akangmu ?" Teriak Rangga sembari menyusuri seluruh ruangan.
"Huuuu...huuuu...huuu..."
"Nisa ?"
"Kang, dimana kamu ? Nisa disini takut. Huuuu...huuu...huuu..." Ujar Nisa, menangis tersedu-sedu.
"Nisa, ini akang sayang ! Kamu bisa liat aku kan ?"
"Kenapa kita mesti kesini ? Bagaimana dengan rencana lamaranmu ?" Ujar Nisa, masih dengan tangisannya.
"Hah ? Itukah suaramu kang ? Begitu samar, hampir tak terdengar. Akang dimana ?"
Rangga kaget begitu Nisa tidak menyadari bahwa Rangga ada disampingnya. Rangga mencoba menghapus air mata Nisa, tetapi gagal.
"Ah, tanganku tidak bisa menyentuhnya. Aku sudah mati ! Dan Nisa masih hidup ! TIDAAAK !!!!!"
---
"Selamat sore menjelang malam !" Ujar kedua anak kecil itu.
"Selamat sore juga." Ujar Jarot si penjagal dengan kostum jas hitam pudar, lengkap dengan senyuman liciknya. Ditemani dengan Doris.
"Om, tante. Kami anak SD nih mau nonton film horror dewasa, boleh ga ?"
"Hohoho, di Indonesia ini ga ada yang ga mungkin. Kalian boleh aja nonton, asal kalian bayar. Agar yang punya bioskop tidak bangkrut. Simpel kan ?"
"Saya penggemar film horror om ! Dari mulai film Saw sampe film Drag me to hell. Katanya film horror Indonesia ga kalah asyik, ada kuntilanak, pocong, genderuwo. Wah cool pokoknya !"
"Ini, lebih dari sekedar horror. Masuklah." Ujar Jarot si penjagal sembari menuntun kedua anak kecil untuk memasuki bioskop.
"Kalian akan bertemu makhluk halus dengan cita rasa Indonesia." Timpal Doris.
HAHAHAHA !!!
HIHIHIHI !!!
----
Belahan jiwaku, kau tahu bahwa tidak lengkap rasanya bila kau tidak menemaniku.
Indah rasanya bila kita mengukir janji dan kau serius meminangku dengan segala harapan kita yang ada.
Namun, bila itu tidak terwujud. Ketika harus terpisah ruang dan waktu, aku hanya bisa berdoa.
Semoga diantara kita saling menguatkan.
Walau rasa hilang mendera, seperti lubang sumur tanpa dasar.
"Kang, bangun ! Cepat temui aku, mama, dan papaku segera." Ujar Nisa menangis histeris sembari memeluk mayat kekasihnya Rangga.
Selamat tinggal, rasa hilang ini akan terpateri seumur hidupku.
---
Rasa kehilangan, sesuatu yang disadari bila semuanya telah terjadi.
---
Cilosari, 1 bulan kemudian. Setelah tragedi tanggal 14 Februari 2012.
Pagi itu, masyarakat sekitar berkerumunan membaca pengumuman yang ditempelkan di dinding bioskop Rosemary.
Dimana tertulis
"Berdasarkan putusan pengadilan, tanah dan bangunan ini adalah sah milik ahli waris Esih dan keluarga."
"Saya Jonior Sitompul. Sarjana hukum, pengacara ahli waris Esih, menyatakan berdasarkan keputusan pengadilan bahwa bioskop ini sekarang sah milik keturunan ahli waris Esih, dan bukan Doris." Ujar Jonior Sitompul, pengacara berkacamata dengan kepala agak botak.
"Lalu bagaimana kabar burung orang-orang yang katanya hilang di gedung ini ?" Timpal salah satu warga.
"Bah, itu isapan jempol belaka ! Jangan percaya begitu saja ! Seminggu kemarin bioskop ini telah diperiksa oleh pihak berwajib, ga ada satupun mayat, baju, kerangka, atau jejak apapun yang mencurigakan disini. Case is closed ! Rencananya, ahli waris akan menjual gedung ini ke perusahaan retail asing untuk dijadikan pusat perbelanjaan."
Mendengar penjelasan dari Jonior Sitompul, warga hanya mengangguk mengiyakan. Kecuali satu warga, dimana wajahnya ditutupi dan bibirnya ditutupi oleh masker. Dan secara perlahan, dia membuka penutup wajah dan maskernya.
"Hmmmn kurang ajar ! Hal ini tak bisa dibiarkan ! Tunggu pembalasanku !" Ujar Jarot sang penjagal, lengkap dengan tatapan liciknya.
---
Gedung bioskop Rosemary kembali sunyi, seperti puluhan waktu lewat yang sudah dijalani. Seperti bioskop lama yang tergusur oleh arus yang dinamakan pembangunan.
Namun disaat Jum'at kliwon, sering orang mendengar samar-samar suara musik intro pembuka film, dan tepuk tangan antusias para penonton.
---
Hollywood punya Dracula, Fredy Krueger, Jason. Tapi di Hindia Belanda jauh sebelumnya sudah muncul tokoh antagonis bernama : Jarot, sang penjagal ! Dia sakti, flamboyan ! Siapa berani ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar sopan saya segan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.