14 September 2013

Renungan Facebook





“Suatu hari nanti ketika aku mati, aku telah meninggalkan sebuah akun Facebook yang passwordnya hanya aku sendiri yang tahu dan ironisnya, selama ini telah merampas waktu-waktu berhargaku; waktu bekerja, istirahat, bahkan waktuku untuk menemui Tuhanku.”

“Adakah yang nanti kangen dengan sosokku, dengan segala tingkahku yang kadang kelewatan; jaim, somse, terkadang baik, seringnya menyebalkan? Akankah ada yang mengintip dan menelusuri ‘profil’ku sekedar mengobati rasa kangen itu sambil menangis dan kadang tersenyum bahkan tertawa? Adakah di sudut ingatan mereka, nama dan suaraku terngiang-ngiang? Adakah semua pertanyaanku ini penting bagi perjalanan ruhaniku?”

“Satu hal meresahkanku, bila mengingat begitu seringnya aku mengumbar informasi tidak penting dan sia-sia di statusku; ghibah - bergosip, caci-maki, keluhan, kalimat yang menunjukkan kebanggaan dan terselubung riya’, berharap ada komentar yang masuk, atau berkomentar dengan bahasa yang sering menyinggung atau menyakiti hati orang lain.”




“Kutengok ‘album’ku, adakah foto, gambar yang memalukan dan menjatuhkan harkat martabat diriku sendiri dan orang lain? Dengan bangganya kuapload foto–foto ini, agar orang kagum dan meresponnya. Terkadang aku memaksa teman untuk mengupload dan mengadd foto yang di sana terpampang wajahku. Aku puas memandanginya. Kukaji ulang apa maksud dan keinginanku untuk minta diupload fotoku yang sebenarnya tidak penting? Ada banyak alasan yang aku punya; untuk mengenang peristiwa, yang berarti juga mengenang teman, momen, dan ini sangat berharga. Suatu saat kau dapat bercerita pada generasi sesudahmu.”

“Aku hanya takut bila setelah aku mati, sejarah yang aku tinggalkan di ‘profil’ facebookku tak henti-hentinya mengirimkan aliran dosa kepadaku di kubur sana, bila status, komentar, dan foto-fotoku yang tidak berharga terus dibaca dan dilihat oleh kalian yang masih berada di dunia ini dan senang sekali touring di dunia maya seperti aku. AKu ngeri bila ada tulisanku yang tidak senonoh menginspirasi kalian yang masih bernafas melakukan sebuah kesalahan. Aku ngeri bila komentarku yang menyakitkan, menjatuhkan, penuh cacian menimbulkan dendam di hati kalian dan tak termaafkan karena kalian hanya diam dan tak menegurku. Aku khawatir bila foto-foto yang aku upload dan berserakan di ‘album’ku memberikan ‘sensasi’ yang berbeda di mata, hati, dan fikiran setiap orang, dan menimbulkan sebuah ‘kreatifitas nakal’ di ruang hayalnya.”

“Adakah Facebook memberikan banyak manfaat bagiku atau justeru menyumbangkan madharat bagi kesehatan mental dan ruhaniku, yang selama ini aku berkeras hati mengingkarinya?”

Maka, privasi atas semua yang tertuang di jejaring social sep sepenuhnya ada di tangan pemiliknya. Namun, ketika semua itu pun dibiarkan untuk dikonsumsi public, bukan berarti pihak luar berhak untuk menyebar atau mengeksposenya tanpa ijin pemiliknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar sopan saya segan.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.