28 Januari 2013

Sajak Hitam Part 1

Aku datang dari kegelapan
Diantara dinginnya malam
Aku menjaga setiap rahasia-rahasia keagungan dan kemunafikan
kebohongan dan pengkhianatan

Aku datang dari kegelapan
Dalam setiap malam kelam
Yang tenggelamkan kebahagiaan diatas kesedihan
Dimana mimpi tak lagi sebagai hiasan disaat mata terpejam

Aku datang dari kegelapan
Hitamku masih berselimut cerita terkelam yang datang bersama kepedihan
Aku lepaskan jiwaku yang selama ini terkekang dalam lembah yang suram

Aku datang dari kegelapan
Hampa tanpa impian
Begitu dingin hingga mata tak mampu terpejam


2.
Sajak kelam tak berdawai
Merangkai sebuah kebisuan
Terdiam dalam kehampaan

Sajak kelam tak berdawai
Terbingkai indah di kegelapan
Pada sebuah nisan keabadian

Sajak kelam tak berdawai
Terbentang diantara langit jingga
Diantara kidung kematian

Sajak kelam tak berdawai
Ditepian senja yang menguning
Dihamparan kegundahan hatiku

3
Hitam...?
harumnya wangi layu tersedak,
sesak rasanya tak bercahaya.
Hitam..?
sudahlah...
biarkan saja cahanya merintih,
dan merangkak elok disudut-sudut hitamnya.


hitam dan semakin hitam bayang malam itu
saat langkah yang semakin berat,
entah apa yang disembunyikan
dalam tangis tanpa henti
hitam dan semakin hitam


pandangan mata ini
satu titik putihpun tak terlihat
walau nafas sudah berhenti
memberi celah untuk meratap
hitam dan semakin hitam helaan ini
melenguhkan duka tak berujung
kelelahan dan kepedihan hati
tak juga lerai menampakkan keberanian
 
 
 
4
 
Terlahir untuk mati
Hidup hanya untuk menanti ajal
Sesaat bersinar terang lalu padam
Bernyawa lalu binasa
Dimana langit?
Dimana matahari?
Aku berlari dan mencari
Menuju sinar redup terang
Aku ingin mati dan binasa
Diantara kelamnya kehidupan
Dalam kegelapan itu
Dalam kepedihan itu
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Menghempas Pecah

pernah ku lihat mentari bersinar.....
begitu indah.....
lembut....
seperti hal nya kasih sayang bunda tercinta....

namun langit menghempas pecah...
retak beribu tak tersisa....
hingga lupa warna dunia....
hanya kelam yag ada...

bagaimana ku kan bangkit...
jika jiwa terbujur kaku...
lemah ....
menatap hampa...
tanpa tahu melangkah kemana.........
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRKUi3t9YN1jUHAIRWqAbu-EecgJ6OqIPt93xsR4ztIiTUQ1nnI

Kidung Kematian

Menapaki langit kelam
Nyanyikan kidung kematian
Menyibak tiap kabut hitamku
Meraung dan meronta diatas kehampaan

Aku terdiam dan membisu pada kengerian itu
Ajal semakin mendekat, menjilad
Tangan hitam malaikat siap mencabut rohku
Kini tibalah batas akhir hidupku

Aku sendiri pada liang lahat ini
Bersandar pada sebuah nisan keabadian
Berselimutkan kain kafan putih

Terbujur kaku di sela tanah kuburku


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKgdV9NY7CDftso7HrI7RyeyJxRcmh_x4OOsHqaeKftAuDq3UhyphenhyphenPblOLTRxzPpho3ov5SDCJxWYqhdvijG7Eoggcto0dZlrYLWYpV5tjVZYgMFI0R2DHn7O5Pqs16izr781niT-BKXzyA/s400/dark-gothic-photo-manipulation-8.jpg

Jiwa Jiwa Mati

kegelapan malam telah datang
Aku berdiri diantara kabut kelam
Mendengarkan nyanyian sang pelayat
Mengiringi jasad menuju singgasana kematian

Dan diantara nisan keabadian
Dimana jiwa-jiwa mati mengerang
Aroma kepedihan menyengat diantara kesunyian
Lepas dari semua ikatan kehidupan

Tak ada guna kidung doa  yang dulu terucap
Atau lantunan firman Tuhan yg dulu dinyanyikan

Semuanya percuma
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQBZaXgfr4kRI2vlDrJALgUyNtO9MW-lAvf8DbNtIc0UdPlg8AtJA

Jiwa Terlaknat

Raga terasa telah mati suri..
hidup terasa penuh dendam dan ego..
berambisi merubah yang putih menjadi hitam..
merusak jati diri kedalam belenggu dosa..

Berakal namun nafsu yang selalu berkuasa..
tak tertahan hingga bidadari jalanan jadi korban pemuas nafsu..
bermodalkan materi tak khayalJiwa Terlaknat penuh dendam menguasai untuk melakukan..
kenikmatan yang dijanjikan membuat diri tak sanggup menahan gairah yang mendesir..

Biadap..
namun tetap saja dikejar..
egois..
tapi harus tersalurkan..
kematian akan menghampiri dengan didatangkan kereta jenazah penuh penderitaan..

 

Cahayaku Hilang

Aku kembali larut dalam syair kegelapan...
Dimana kelam...dan pekat yg terasa...
Menatap pada sekeliling ku...
Mencari jawaban.....untuk cahaya....

Dimana aku tak bisa bernafas...
Penuh sesak rongga dadaku...
Nadi ku melaju tak menentu..
Hingga aku kaku....

Cahaya ku hilang ...
Ketika mentari menolak terangi ku...
Dan aku....
Masih pilu...
Dalam kelamku...
 
 
http://4ecdb2.medialib.glogster.com/thumbnails/4f/4f732274a70b71eec59cdfd3be4a024cebb72b78e479e20534f70a14c4a9ee5e/stand-alone-source.jpg

Sendiri

sendiri...
pada lipatan-lipatan perasaan yang menyimpan ribuan peluh menanggung rundung,
aku menghiba ratap pada hatiku sendiri..
pada ingatan ini..
yang menghamparkan puluhan kecewa..
dan luka-luka menyesaki masa laluku..

Aku terduduk rapuh...
hanya sanggup mengusap lentik titikan air di dahi..
setelah tetes-tetes air hujan itu menitiki tubuhku..
namun sanggup turut menegarkan aku ke dalam kerapuhan..
yang hendak saja melumatku ke dalam bubungan jelaga hitam masa lalu cinta dilema ku itu.

Sepi...
betapa keringnya jiwa tak meminta teramuk jua,
satu demi satu aku harus meloloskan diri dari segenap ikatan rasa cinta ini
yang setiap kali menemaniku tersenyum..
memandang kehidupan..
menatap segenap luka-luka dan kecewa..
setiap kali ada mendera dan menikamku,kapan saja..

luka...
Jangan pernah berhenti untuk ini...



http://forjenssake.files.wordpress.com/2010/09/alone-wallpaper.jpg

23 Januari 2013

Kapten - Malaikat Cinta With Chord

Kapten - Malaikat Cinta


  C                      F    
Kau telah hancurkan semangat hidupku
   C                 F
Menusuk hatiku mengingat dirimu
       Dm                  G
Apakah aku bersalah kepadamu
          Dm                         G
Hingga akhirnya kau pergi tinggalkanku

Reff :
              C           F
Kau yang bilang aku terbaik untukmu
              C            F
Kau yang bilang aku malaikat cintamu
        Dm           G
Itu bohong,.,itu palsu
        Dm            G
Itu bohong,., itu palsu

Balik ke Reff

 C                   F
Ku telah mencoba menjaga cintamu
    C               F
Mencoba mengerti rahasia hatimu
       Dm                  G
Apakah aku bersalah kepadamu
         Dm                          G
Hingga akhirnya kau pergi tinggalkanku

Balik ke Reff
Interlude : C F Dm G 2x

Am       C      Dm                   Am
Kau tipu aku khianati semua yang kuberi
Am       C        F      G
Kau tipu aku menduakan aku

              C           F
Kau yang bilang aku terbaik untukmu
              C            F
Kau yang bilang aku malaikat cintamu

Balik ke Reff

C                 F
Kau yang bilang aku terbaik untukmu
        Dm         G
Itu bohong itu palsu
C                 F
Kau yang bilang aku malaikat cintamu
        Fm           G
Itu bohong.,.itu palsu

Coda : C F C 
 
 
 
 
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOfq58jp8s6QrNpcIOR_AqNFh1ooI0bUFYxJX8K3ipVwKa9lopVNQXMs2N10TZ8DrUmAg7MdCGqLI9WtFD7QV891ZEEeoZ4wCbgqbRPBdbxVJ7NQvs3ICk7zo9hMbBxcBD7ljPPX8Bwd8/s1600/1.jpg
Kapten
 

Picture Me Broken-If I Never Wake Again

There must be something I could say
And if I never wake again
Remember me just as I'm breathing before you
The same as all along

I'll hold you from sorrow
It's better off this way and
If I die tomorrow
What of me follows you forever?
Unforgiven sins
And all that lies beneath my skin
And all these things I never told you

There must be something I could say
And if I never wake again
Remember me just as I'm breathing before you
The same as all along

Here I am in color
No luster, glamour or gold
I hope you'd remember me
Dressed in shadows, black and white
To flatter the faulted soul
You never witnessed me unfold
All these things I never told you

There must be something I could say
And if I never wake again
Remember me just as I'm breathing before you
The same as all along


http://pcm-music.com/wp-content/uploads/2010/09/Picture-Me-Broken.jpg
Picture Me Broken







Evanescence Fallen - October

"October"

I can't run anymore,
I fall before you,
Here I am,
I have nothing left,
Though I've tried to forget,
You're all that I am,
Take me home,
I'm through fighting it,
Broken,
Lifeless,
I give up,
You're my only strength,
Without you,
I can't go on,
Anymore,
Ever again.

My only hope,
(All the times I've tried)
My only peace,
(To walk away from you)
My only joy,
My only strength,
(I fall into your abounding grace)
My only power,
My only life,
(And love is where I am)
My only love.

I can't run anymore,
I give myself to you,
I'm sorry,
I'm sorry,
In all my bitterness,
I ignored,
All that's real and true,
All I need is you,
When night falls on me,
I'll not close my eyes,
I'm too alive,
And you're too strong,
I can't lie anymore,
I fall down before you,
I'm sorry,
I'm sorry.

My only hope,
(All the times I've tried)
My only peace,
(To walk away from you)
My only joy,
My only strength,
(I fall into your abounding grace)
My only power,
My only life,
(And love is where I am)
My only love.

Constantly ignoring,
The pain consuming me,
But this time it's cut too deep,
I'll never stray again.

My only hope,
(All the times I've tried)
My only peace,
(To walk away from you)
My only joy,
My only strength,
(I fall into your abounding grace)

My only power,
My only life,
(And love is where I am)
My only love,
My only hope,
(All the times I've tried)
My only peace,
(To walk away from you)
My only joy,
My only strength,
(I fall into your abounding grace)
My only power,
My only life,
(And love is where I am)
My only love. 




http://images1.fanpop.com/images/photos/2200000/Evanescence-evanescence-2285738-1024-768.jpg
Evanescence Fallen
Ferry Prasetyo
Dark Room
2013

7 Januari 2013

Kisah Lembu Tak Berotak - Firdaus Siagian



Kisah Lembu Tak Berotak - Firdaus Siagian
Pelacur itu terus menari dihadapanku. Meliuk-liuk bagai asap rokok tertiup semilir angin malam itu. Gerakannya merangsang birahiku. Bedebah! Aku tak dapat menghapuskan sosok dirinya dan mereka dari ingatanku. Bahkan aku tak dapat berpikir lagi bagai si lembu tak berotak yang dicocok hidungnya. Dungu!
* * * * *
Aku sudah tidak tahu lagi bagaimana aku dapat terikat dengan para perumpuan itu, terutama Nanik, dan kehidupan yang aku jalani sekarang. Bukan, bukannya aku tidak tahu, tetapi aku lupa awal mula aku bertekuk lutut dihadapan semuanya itu.
Beberapa bulan yang lampau, entah kapan itu karena aku pun sudah lupa, aku datang ke kota besar ini untuk mengadu nasib peruntunganku. Aku terbuai dengan cerita-cerita orang-orang kampungku yang telah lebih dahulu merantau ke sini. Aku terbuai dengan mimpi-mimpi menjadi kaya, punya rumah mewah, mobil bagus dan pekerjaan yang selalu menuntutku berdasi dan berjas seperti mimpi-mimpi yang ditawarkan sinetron di televisi hitam putih milik Pak Somad, tetanggaku. Aku iri dengan mereka yang jika pulang kampung pada hari raya selalu memakai pakaian yang mewah-mewah dan selalu menghamburkan uang dari kocek mereka seakan-akan kocek mereka adalah telaga yang selalu membual dan tak pernah kering.
Sungguh aku terpesona ketika melihat Nining teman SD-ku dahulu ketika pulang kampung memakai rentetan gelang emas, cincin emas di setiap jarinya dan kalung emas dengan bandul yang sangat mencolok mata. Mentereng sekali dia! Padahal dulu dia bukanlah siapa-siapa, bahkan makan sehari sekali pun keluarganya sangat bersyukur. Atau Rohman, temanku yang sering berenang bersama di kali, setiap pulang dia selalu membawa berkantong-kantong oleh-oleh buat sanak keluarganya di sini. Belum lagi celana jeans-nya yang mengkilap dan kemeja yang masih bau pabrik. Jujur, aku iri dengan mereka. Itulah yang semakin membulatkan tekadku untuk mengadu nasib di kota. Kalau aku kaya dan punya banyak uang seperti mereka, selain kehidupanku berubah, tentulah Emak yang sudah renta dan ringkih tidak usah lagi bekerja keras membanting tulang sekedar untuk hidup hari ini.
Tapi Emak selalu tidak pernah setuju dengan keinginanku pergi ke kota.
“Lebih baik engkau bantu Emak mengurusi sawah Bapakmu”, katanya suatu kali ketika aku minta ijin untuk merantau. Emak memang tidak pernah setuju. Emak tidak pernah mengerti bahwa kepergianku itu sebenarnya juga untuk kebaikannya. Emak selalu mengikatku dengan sawah secuil peninggalan Bapak. Kadang aku kesal juga, mengapa Bapak hanya mewariskan tanah itu pada kami ketika ia meninggal. Bahkan untuk hidup pun takkan mampu tanah itu membiayai kami.


“Tapi Mak, kalau saya berhasil di kota, Emak juga ‘kan yang senang,” aku berusaha membujuk meyakinkan Emak.
“Sudahlah, ngapain juga kamu di sana? Kita tak punya sanak di sana, Burhan. Lebih baik kamu di sini. Masih banyak yang dapat kamu kerjakan di kampung di sini”, jawab Emak acuh tak acuh. Dingin.
“Apa Emak tak bosan hidup begini terus? Miskin terus? Mak, sawah itu takkan pernah dapat menghidupi kita. Malah kita yang diperbudaknya! Malah kita yang justru disuruh menghidupinya!”
“Tutup mulutmu! Andai Bapakmu masih hidup dan mendengar perkataanmu tadi, habis kau dirajamnya!” Emak terlalu mencintai sawah itu seperti ia mencintai Bapak. Sepertinya ia tak dapat lepas dari sawah itu. Mungkin kehangatannya seperti kehangatan Bapak
Dan esok subuhnya aku meninggalkan Emak diam-diam pergi menuju kot
Kalau kupikir-pikir, kadang masalah ingin cepat kaya bukanlah salah satu alasan aku ngotot pergi ke kota. Ada satu daya tarik yang aku tak pernah tahu tentang kota itu. Dan sekarang aku telah menjejakkan kakiku di kota impianku. Begitu asing. Setelah capek berkeliling aku mampir ke sebuah kedai minuman. Disitulah aku bertemu Nanik.
“Halo Tampan, baru pertama kali ke sini, ya? Mukamu lugu. Baru dari kampung ya?” cerocosnya.
“Hmm,” jawabku dingin. Sekenanya.
“Aku Nanik. Rumahku di gang sebelah sana. Kalau kau tak punya tempat berteduh, mampirlah ke rumahku dan menginaplah disana. Tidurlah di tempatku.”
Tawarannya tanpa tedeng aling-aling. Awalnya aku tidak mempedulikannya. Tawarannya bagiku seperti sebuah basa-basi orang kota. Setelah itu, ia terus berceloteh tentang banyak hal. Tentang kota yang keras, tentang pemerintah yang tak becus, tentang lingkungannya yang kumuh, tentang dirinya yang pelacur, tentang banyak hal yang tidak sempat mencantol di kepalaku. Selama aku taruh pantat penatku di bangku kedai itu, ia terus berceloteh. Tak pernah berhenti, walaupun aku biarkan, tak peduli. Entah bagaimana sampai aku akhirnya tersihir olehnya. Dan malam itupun aku bermalam di rumahnya.
Malam kian merangsek kian larut, namun kami tak dapat tertidur. Entah dia yang menikmati aku atau aku pun menikmati dia, malam itu kami bergelut badan. Aroma wangi seronok dari tubuhnya mencocok hidungku bagaikan aku ini adalah lembu tak berotak. Aku biarkan dia bergerak di atas tubuhku. Menari. Menggelinjang. Setelah itu letih. Kosong. Aku tak dapat berpikir
Semenjak saat itu aku tak pernah dapat lepas dari pelacur itu. Kini dia menjadi dewi pelindungku sekaligus penolongku. Dialah yang memberi aku makan, memberi tempat tinggal dan memberi aku pekerjaan. Dari Naniklah aku mengenal Tante Nora, Bu Tyas, Mbak Wati, Zus Maritje, para wanita yang haus akan belaian cinta dan nafsu. Entahlah aku yang diperbudak mereka ataukah aku juga turut menikmatinya, aku tak pernah tahu dan tak ingin tahu. Aku tak dapat berpikir.


Dan semuanya seperti siklus. Setiap akhir hari, setelah aku bergelut badan dengan para wanita kesepian itu, giliran Nanik dan aku. Selalu setiap hari. Seperti suatu siklus kehidupan yang tak pernah berhenti. Entah aku yang selama ini diperbudaknya atau aku yang juga turut menikmati siklus ini, aku tak pernah tahu, sebab aku selalu tak pernah dapat berpikir. Aku sudah seperti lembu tua yang tak berotak yang tak dapat berpikir, bahkan untuk hal yang sepele sekalipun.
Memang terkadang aku teringat akan Emak di kampung. Terbayang tubuh rapuhnya bergelut dengan lumpur bermandikan keringat akibat matahari. Dua tangan keriput yang mengayun pacul. Di pikiran Emak pastilah tentang panenan yang akan dijual kepada tengkulak di desa kami. Sedangkan aku di sini… Aku pun bergelut, namun bukan dengan lumpur. Aku pun bermandikan keringat, namun bukan karena matahari. Tanganku pun terayun, namun tak ada pacul di tanganku. Dan di pikiranku… ah tak ada yang dapat kupikirkan. Kepalaku benar-benar kosong tak berotak.
Semakin lama aku di kota ini, semakin sulit aku melepaskan diri dari cengkeramannya. Semakin sulit aku bebas dari Nanik, si pelacur dewi penolongku. Semakin sulit aku lepas dari pelukan para wanita yang haus nafsu itu. Semakin terlupakan pula mimpi membawa uang banyak ke kampung untuk membahagiakan Emak dan menunjukkan kepadanya bahwa aku mampu mewujudkan impianku semasa di desa.


*****


Bulan demi bulan, semakin aku seperti lembu tak berotak. Terutama di hadapan Nanik. Hari-hariku habis di ranjang. Terkadang terlintas di pikiranku, terlalu naif kalau aku bilang bahwa semua yang kulakukan hanyalah demi uang semata, walaupun sebenarnya aku pun tak dapat berpikir bila aku ditanya apakah aku menikmati setiap permainan ini. Semuanya benar-benar kosong.
Hingga suatu saat aku merasa tubuhku panas meradang. Demam yang tak kunjung berhenti menyinggahiku. Tulang-tulangku serasa menggelontor lepas dari persendian. Dokter yang aku datangi diam-diam tanpa sepengetahuan Nanik, aku takut dia tahu bahwa aku sedang sakit, memvonis bahwa aku mengidap penyakit tak tersembuhkan. Penyakit yang disebabkan virus busuk akibat pekerjaanku selama ini.
Pekerjaan? Benarkah itu adalah pekerjaan? Bukankah aku pun turut menikmatinya juga? Bukankah aku pun turut bernafsu di dalamnya? Bukankah aku pun turut terpuaskan dalam permainan itu? Pekerjaan? Benarkah itu merupakan pekerjaan bagiku?
Aaah, tolong jangan sekarang cecar aku dengan semua itu … Aku sungguh-sungguh tak dapat berpikir. Aku benar-benar seperti lembu tak berotak di hadapan para wanita itu. Bukankah itu adalah suatu pembelaan diri? Ah, jangan tanyai aku lagi dengan hal-hal itu. Aku sungguh-sungguh tak dapat berpikir
*****
Malam ini, pelacur Nanik itu kembali menari di hadapanku. Aku selalu tahu kesudahan dari ritual ini. Ya, ritual, karena itulah yang kami lakukan saban malam. Menari, mendekatiku, mendaki, menjilat, menggelinjang, mendesah, meregang, semua… semua terjadwal dalam pikiranku.
Teringat perkataan dokter siang tadi. Entahlah dari siapa aku mendapat penyakit terkutuk ini. Entahkah dari Nanik, pelacur penolongku, ataukah dari para perempuan brengsek pengejar kehangatan itu. Brengsek? Brengsek, kau bilang? Bukankah engkau yang brengsek itu? Aah, jangan kejar aku lagi dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku sungguh-sungguh tak dapat berpikir.
Malam ini, ketika aku bergelut badan dengan Nanik, terbersit pikiran dalam benakku, apakah aku sedang mengembalikan virus itu kepadanya ataukah aku berikan cuma-cuma kepadanya? Besok pun hal yang sama akan aku perbuat dengan para perempuan pengejar nafsu itu.
Dipikiranku saat ini pun terlintas Emak, perempuan renta yang gigih bergelut dengan sawahnya. Terkadang terlintas dipikiranku Emak bergelut di sawah seperti sedang bergelut dengan Bapak. Bergelut untuk mengatasi hidup dengan perjuangan keras. Mungkin takkan pernah aku lihat lagi Emak kesayanganku itu, atau sawah kesayangannya, atau kampung tempat kenangan masa kecilku tersimpan.
Dan kini, di hadapanku, Nanik mulai merangseki tubuhku, mendaki, menjilat, mendesah, menggelinjang… kemudian semuanya kosong. Benar-benar kosong. Si lembu tak berotak ini tak dapat berpikir lagi. Untuk selamanya. Tiba-tiba semuanya kosong. Benar-benar kosong … .
Jatinangor, 20 Januari 2002, 23.14


4 Januari 2013

Just Say Thanks ...



Created By Arin Rajawali




Terima kasih untuk selalu ada. Terima kasih untuk tidak terlalu mencampuri, namun hanya berdiri di pinggiran, mengamati. Terima kasih untuk tidak pernah bertanya, namun menunggu hingga aku bercerita. Terima kasih untuk tidak pernah menghakimi, namun selalu menyarankan apa yang terbaik untuk dilakoni. Terima kasih untuk tidak pernah memaksakan kehendak, namun selalu mencoba untuk mengubah cara pandangku. Terima kasih untuk selalu peduli, mengawasi langkah kakiku yang tidak selalu lurus. Terima kasih untuk tidak menyalahkan, pun keputusan yang kuambil berujung petaka.

Terima kasih untuk selalu menjadi seorang sahabat. Terima kasih untuk bisa menempatkan diri sebagai teman, guru, penasihat, bahkan lawan. Terima kasih untuk selalu tertawa bersama, walau kalian tidak mengerti bahagia yang kurasa. Terima kasih untuk selalu mencoba menangis bersama, walau kalian tidak mengerti sakit yang kurasa. Terima kasih ini tidak akan pernah cukup seiring waktu yang semakin lama kita lalui bersama. Segala kesakitan. Segala kepedihan. Segala kenangan. Baik, buruk, bahagia, terpuruk. Terima kasih untuk tidak melepaskan genggaman. Terima kasih untuk selalu percaya, akan aku yang kadang tidak percaya diri sendiri. Terima kasih untuk selalu berpihak, walau seringnya nyata salah itu ada padaku. Terima kasih untuk tetap mencoba men-sugesti, bahwa cinta akan melengkapi. Namun, terima kasih untuk tidak pernah menjodohkan. Bukannya aku tidak butuh cinta, namun hati ini hanya bersisa setengah dan itu hanya cukup diisi oleh kalian. Setengahnya lagi telah lumpuh. Mati rasa.

Terima kasih untuk selalu mencoba mengerti, walau seringnya kening kalian berkerut dan pikiran kalian dipenuhi tanda tanya. Namun, terima kasih untuk bisa mentolerir, bahwa aku ini, sahabat kalian, memang begitu sulit dimengerti. Terima kasih untuk tetap seperti ini. Terima kasih untuk selalu menyisakan sedikit waktu di sela kesibukan kalian, walau kita tidak lagi di satu kesempatan.

Terima kasih untuk kalian, para sahabat. Cukup kalian untuk hidupku. Setidaknya saat ini.


Dedicated To My Best Friend

# Mas Munir
# Mas Fandi
# Mas Nanang
# Mas Arin
# Mas Octa
# Mbak Rahmi
# Mbak Lasmi
# Elsa
# Novi
# Dion
# Mumun

"Thank you for being such a nice person, such a nice best friend =)"
We'll have the days we break,
And we'll have the scars to prove it,
We'll have the bonds that we save,
But we'll have the heart not to lose it.
For all of the times we've stopped,
For all of the things I'm not.
We put one foot in front of the other,
We move like we ain't got no other,
We go when we go,
We're marching on.
One Republic - Marching On




Sejenak Sendiri

Melihat kolam kecil didepan rumahku , dengan gemericiknya air dan ikan yg berenang kesana kemari  , membuatku tenang..............

lepas dari amarah, kecewa , benci dan segala ketidaknyamanannya ,

dan aku merasa ketenangan itu sederhana,

ketika dapat melihat  sesuatu yang mungkin kuanggap biasa ternyata mampu melepaskan penat meski sejenak.



Aku hanya mampu menyimpan dan merasanya sendiri saja karna aku memang tidak ingin berbagi untuk hal2 yang kuanggap tidak menyenangkan , biar cukup aku saja yang menikmatinya.

Bukankah semua yang terjadi atas hidup dan kehidupannya memang sudah harus begitu , sesuai dengan takdir yang dimiliki oleh masing2 orang, jadi tak perlu menjadi seorang pemberontak hanya untuk mendapatkan  yang lebih , karna itu hanya akan menjadi boomerang bagi diri sendiri.



Perasaan ditinggalkan dan meninggalkan sama saja berasa sakitnya, terlebih bila itu orang2 yang sangat kita sayangi , menangis dalam diam , merenung dalam waktu yang tak lagi mempertemukan , ingin menghapusnya dan tidak mengingat apa2 .. andai bisa melakukannya, namun sayang... otak manusia terlalu pintar untuk mengingat dan menyimpannya meski waktu berapa lamapun .



Aku hanya berharap , agar semua orang2 yang ada disekelilingku selalu  bahagia dalam hidupnya....

karna aku mencintai  dan menyayangi mereka semua, baik yang masih ada maupun tiada disampingku, tidak akan ada airmata lagi dan senyuman saja yang tertinggal,



hingga nanti saatnya tiba akupun pergi dan mungkin tak akan kembali . . . . .  .................................................................................................................

_NKN_

Di sadur dari sebuah catatatan seseorang


3 Januari 2013

Sebelum Terlambat.................







Aku cinta kamu”

Kata-kata itu masih saja mengusikku, memenuhi pikiranku yang sedang terduduk diam diatas balkon, aku memeluk lututku erat, merasakan dingin yang mulai menjalar ditubuh. Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, menyentuh halus wajahku, mengalir dirambutku, hingga jatuh menetes dilantai. Aku masih saja memikirkan kejadian itu, kejadian yang baru saja terjadi satu jam yang lalu, dan hanya berlangsung selama lima menit, mungkin lima menit itu bisa lebih panjang lagi kalau saja aku tidak semunafik ini, sebodoh ini, bahkan aku tidak mengerti mengapa aku bisa seperti ini, lari dari kenyataan bahwa aku juga mencintainya.

*

Matahari telah beranjak kembali ke peraduannya, menyisakan semburat jingga nan indah diufuk barat, langit biru mulai menghitam, disusul bulan yang siap menggantikan matahari untuk menyinari bumi.

Aku berdiri menatap saat-saat matahari tenggelam, aku memang sangat menyukai senja, menurutku langit senja adalah ciptaan tuhan yang paling indah. Sebenarnya aku disini menunggu seseorang, yaa seseorang yang baru saja menyentuh pundakku, membuatku memutar badanku. Aku memperhatikan orang itu dari ujung kaki samapi ujung kepala, aku menatapnya penuh tanda tanya.

Orang itu Ferry , dia sengaja mengundangku kemari, tapi sebenarnya aku tak tau kenapa aku harus datang kesini, tapi entah mengapa aku mau saja menurutinya.

Hening. Aku ataupun dia tak ada yang membuka suara, hanya suara jangkrik yang terdengar bersaut-sautan. Aku mulai tak nyaman dengan suasana ini, aku tak berani menatap wajahnya, aku hanya tertunduk, sampai akhirnya ia meraih tanganku, mengusapnya perlahan, sambil menatapku, dan akhirnya mengucapkan kata-kata yang membuatku terkejut.

“Aku cinta kamu, aku sayang kamu. Maaf aku nggak pandai berkata-kata, tapi jujur aku cinta sama kamu, kamu mau kan jadi pacarku?”

Ucapannya yang singkat, dan to the point itu membuatku membatu sejenak, hingga akhirnya aku melepaskan genggamannya, berlari dengan air mata yang terus menetes. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku. Jujur, aku juga mencintainya, tapi hatiku mungkin belum siap menerima bahwa ia juga mencintaiku, atau entahlah, aku benar-benar tak mengerti apa yang sedang terjadi padaku, yang jelas hatikulah yang membawaku berlari darinya.

*

AAAARGHHHH!!

Aku masih sibuk bertanya-tanya pada diriku, kenapa aku justru lari darinya? Kenapa tidak kukatakan saja bahwa aku mau menjadi pacarnya, dan aku juga mencintainya? Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apa alasan aku meninggalkannya? Aku tak mengerti, rasa-rasanya yang ada saat kejadian itu adalah kepribadianku yang lain.

Bodoh. Aku hanya seseorang yang bodoh, meninggalkan orang yang mencintainya dan ia cintai. Kenapa aku seperti ini? Apa yang terjadi? Ada apa denganku? Kenapa aku justru pergi dari kenyataan bahwa ia mencintaiku? Mungkin aku benar-benar bodoh.

Lantunan lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars membuat pikiranku itu buyar seketika. Iwan Nama itulah yang tertera dilayar Hpku. Iwan  adalah sahabat karib Ferry  yang juga teman sekelasku, tapi justru karena itulah aku enggan menjawab telfon darinya. Hingga setelah beberapa kali ia menelfon, akhirnya aku menyerah, dengan malas aku mengangkat telfon itu.

“Elysa, sekarang kamu dimana? Ferry  masuk rumah sakit, dia lagi kritis sekarang. Kamu cepetan kesini ya?”
Telfon sudah terputus sebelum aku mengucapkan sepatah katapun. Entah kenapa tiba-tiba rasa khawatir menghujamku, rasa panik, dan takut datang bertubi-tubi padaku. Dengan terburu-buru, aku segera bangkit dari dudukku, menyambar kunci mobil yang tergeletak dimeja, dan segera berlari ke garasi, memacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Kian bertambahnya detik, kian bertambah pula rasa khawatir, panik, dan sejenisnya.

Setibanya di rumah sakit, aku segera memarkirkan mobilku, segera berlari menuju lantai dua, mencari kamar 666 kamar tempat Ferry  dirawat. Aku berhenti sejenak, apakah aku pantas datang menghampirinya setelah aku pergi meninggalkannya tanpa jawaban? Aku berusaha melawan pikiranku itu, meyakinkan diriku bahwa aku pantas masuk kesana. Dengan rasa khawatir yang masih menyelimutiku, aku membuka pintu kamar itu, mengucapkan salam, dan berjalan masuk menghampiri Ferry  yang terbaring lemas tak sadarkan diri.

“Wan, Ferry kenapa?”

“Sini Sya ” Iwan  menarikku untuk sedikit menjauh dari Ferry . “Ferry  sebenernya kena kanker otak, dan udah hampir stadium akhir. Dia pernah cerita kalau keinginan terakhirnya, dia bisa nyatain cintanya kekamu, dan dicintai sama kamu. Dan aku baru tau kalau tadi dia baru aja ngelakuin itu.”

“Dan aku nggak bisa menuhi keinginannya itu.”

“Kamu bukannya nggak bisa, kamu cuma nunda. Dan yang harus kamu tau Sya, ucapin apa yang ada dihatimu sebelum semuanya terlambat. Aku tau kamu juga cinta sama Ferry, dan kamu harus segera bilang ke dia, biar dia seneng sebelum dia pergi. Waktu nggak ada yang tau, bisa aja dia pergi lebih cepat, dan kamu belum sempat ucapin itu ke dia.”

Aku meneteskan air mataku kembali, aku merasa bodoh dengan kejadian tadi, kenapa bisa-bisanya aku menjadi semunafik itu?

Iwan menarik tanganku untuk mendekat ke ranjang Ferry . Ferry  masih belum sadar, kata Iwan , Ferry baru melewati masa-masa kritis beberapa menit sebelum aku tiba disini. Aku menatap wajah Ferry  orang yang sebenarnya aku cintai ini masih belum bergerak, aku menyentuh tangannya, mengelusnya pelan seperti ia mengelus tanganku tadi.

“Ferr , kamu bangun yaa, aku mau bilang sesuatu buat kamu.”

Keajaiban, itulah yang terjadi sekarang ini, beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat tadi, ia menggerakkan tangannya, matanya mulai terbuka.

“Ferry ? Kamu bangun?”

“Elysa ? Kamu kok..”

“Aku udah tau semua dari Iwan Maafin aku ya, maafin sikap aku yang kabur begitu aja tadi. Jujur Ferr aku juga sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Kamu mau kan maafin aku? Kamu nggak marah kan sama aku?”

“Sya , nggak ada yang perlu aku maafin, kamu nggak salah. Kamu kabur tadi juga hak kamu. Aku nggak marah sama kamu Sya, aku bakal tetep cinta sama kamu.”

“Ferr.. aku sekarang mau jadi pacar kamu..”

“Enggak Sya  enggak. Kamu sama Iwan  aja yaa, aku nggak bakal bisa jadi pacar yang baik buat kamu, yang ada aku bakal tinggalin kamu Sya  Maafin aku Sya, ini demi kamu, kamu akan bahagia tanpa aku Sya, karena kalau kamu pacaran sama aku, yang ada cuma tangis, nggak ada tawa.”

“Ferry .. aku nggak mau sama Iwan  aku maunya sama kamu, dan aku tau kamu nggak mungkin tinggalin aku. Kamu cinta sama aku kan? Kamu nggak bakal tinggalin aku!”

“Nggak bisa Sya, kamu tau kan hidup di dunia itu adalah jalan menuju hidup yang lain, hidup yang lebih kekal. Dan aku harus segera kesana Sya, aku yakin nanti disana kita pasti ketemu, aku yakin itu, kamu percaya sama aku kan?”

“Ferryy..”

“Percaya sama aku Sya, kita nggak usah pacaran, dengan tau kalau kamu cinta aku aja itu udah bikin aku bahagia. Makasih ya Sya”

“Sama-sama Fer..”

“Aku boleh peluk kamu kan?”

Aku terdiam, menatap wajahnya, kemudian mengangguk, dan memeluknya dengan perasaan campur aduk. Aku cinta kamu, dan aku nggak bakal maksa kamu.

Seminggu telah berlalu, seminggu yang berarti dalam hidupku, seminggu yang kuisi bersama Iwan , dan Ferry  tentunya.
Seminggu ini aku selalu menemani Ferry  di rumah sakit, merawatnya dengan penuh kasih sayang, memberinya senyuman yang kuharap bisa membuatnya lebih bahagia.

Tapi kini senyum itu pudar, digantikan kesedihan yang tak kunjung pergi. Ferry  telah pergi, ia telah menyelesaikan hidupnya di dunia, ia akan meneruskan hidupnya yang baru, hidup yang lebih kekal.

Ferry  menghembuskan nafas terakhirnya kemarin malam, dan pagi ini ia telah dimakamkan. Jujur saja aku sangat merasa kehilangan dengan perginya Ferry , tapi aku lega, lega telah mengatakan segalanya sebelum semuanya terlambat, lega telah memenuhi keinginan terakhirnya, lega bisa menemani hari-hari terakhirnya.

Ferry , disini aku hanya bisa berdoa, semoga kamu disana bahagia. Aku akan tetap mencintaimu Ferr, aku nggak akan lupain kamu, aku yakin kamu juga gitu Ferr ,, love you...



Dedicated To Someone in somewhere
Terimakasih untuk tahun2 kebersamaan kita
With love Nd Pray



Koleksi Manipulasi Foto ( Part II )










Koleksi Manipulasi Foto

Waiting For You

One Last Breath


waiting for love

waiting in snow

walking alone in a dark path

the warrior

alone

walking to death

All image is free download.
But dont try to use for comercial.

Created Dark art creativedesign